1. Bukhori meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAWW bersabda : "Sesungguhnya terdapat tiga orang dari Bani Israil yang mana mereka itu terdiri dari; seorang belang, seorang buta dan seorang lagi botak, maka Allah berkehendak merubahnya (Bada') dengan menguji mereka, maka Allah mengutus seorang malaikat kepadanya dan berkata kepada si belang : "Apakah gerangan yang paling engkau sukai ?" ia menjawab : "warna dan kulit yang lebih baik karena semua orang merasa jijik terhadapku". Lalu malaikat itu mengusapnya dan pergi, maka berubahlah warna dan kulitnya menjadi baik, kemudian bertanya padanya : "Harta apakah yang paling engkau senangi ?", ia menjawab : "Unta", maka diberinya seekor unta yang sedang hamil 10 bulan. Lalu mendatangi si botak dan menanyakan : "Apakah gerangan yang paling engkau sukai ?", ia menjawab : "Rambut indah yang dapat menutupi botakku karena semua orang mengejekku", maka malaikat itu mengusapnya dan menghilangkan botaknya dengan rambut yang indah, kemudian bertanya kepadanya : "Harta apakah yang paling engkau senangi ?", ia menjawab : "Sapi", maka diberinya seekor sapi yang sedang hamil. Kemudian mendatangi si buta dan bertanya : "Apakah gerangan yang paling engkau sukai ?", ia menjawab : "Aku ingin supaya Allah mengembalikan pengelihatanku", maka ia mengusapnya dan Allah kembalikan padanya pengelihatannya, ia bertanya lagi : "Harta apakah yang paling engkau senangi ?", ia menjawab : "Kambing", maka diberikan kepadanya seekor kambing yang subur. Kemudian malaikat itu kembali menemui mereka setelah masing-masing mempunyai ternak unta, sapi dan kambing yang banyak, lalu ia mendatangi si belang, si botak dan si buta untuk meminta kembali apa yang telah menjadi miliknya, tetapi si botak dan si belang menolak memberikan padanya maka Allah kembalikan mereka seperti keadaan asalnya, sementara si buta memberinya maka Allah kekalkan penglihatannya ".
Ref. :
Shohih Bukhori, juz 2, hal. 259.
2. Bukhori meriwayatkan dalam Shohih-nya, suatu kisah yang ajaib dan aneh yang
menceriterakan peristiwa mi'raj-nya Rasul SAWW dan pertemuan beliau dengan Tuhannya, di antaranya Rasulullah SAWW bersabda : "Lalu diwajibkan padaku 50 kali shalat dan aku terima, ketika aku bertemu dengan Musa, ia bertanya : 'Apa yang kamu perbuat ?', aku jawab : 'Telah diwajibkan kepadaku 50 kali shalat'. Musa berkata : 'Aku lebih tahu tantang urusan manusia dari pada kamu, aku telah menghadapi bani Israil dengan susah payah dan sesungguhnya ummatmu tidak akan sanggup menunaikannya, kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan'. Maka aku kembali meminta keringanan dan dijadikannya 40 kali. Musa masih mendesakku untuk
kembali, maka dijadikannya 30 kali, aku kembali lagi dan dijadikannya 20 kali, aku kembali lagi dan dijadikannya 10 kali, lalu aku mendatangi Musa dan beliau berkata hal yang sama, lalu Allah menjadikannya 5 kali. Kemudian aku mendatangi Musa lagi, Musa bertanya : 'Apa yang telah engkau perbuat?', aku katakan : 'Allah telah menjadikannya 5 kali', maka Musa mendesakku lagi, maka aku berkata aku telah mengucapkan salam dan aku diberitahu bahwa aku telah menjalankan tugasku, kemudian Allah berfirman : 'Aku telah memberi keringanan kepada hamba-hamba-Ku dan Aku akan membalas setiap kebaikan dengan sepuluh kali ganda ".
Dalam riwayat lain yang dinukil oleh Bukhori dikatakan bahwa setelah Nabi
Muhammad Saww menghadap Tuhannya beberapa kali dan setelah mendapat kewajiban 5 kali shalat, Musa AS meminta supaya Muhammad SAWW kembali lagi menemui Tuhannya untuk mendapat keringanan karena ummatnya tidak akan sanggup melakukan 5 kali shalat, akan tetapi Muhammad SAWW menjawab : "Aku malu kepada Tuhanku".
Ref.
Shohih Bukhori, bab "Mi'raj".
Shohih Muslim, bab "Isra' Rasulullah dan kewajiban shalat".
3. Ibn Mas'ud ra berkata dalam doanya, "... jika Engkau mencatatku di dalam Ummul Kitab di sisimu sebagai orang yang sengsara, maka hapuslah nama kesengsaraan dariku dan tetapkan diriku sebagai orang yang berbahagia di sisi-Mu, dan jika Kamu mencatat diriku di dalam Ummul Kitab sebagai orang yang miskin dan kesulitan, maka hapuslah kesulitan itu dariku dan mudahkanlah rezekiku serta tetapkanlah diriku sebagai orang yang bahagia di sisi-Mu dan sukses dalam kebaikan. Sesungguhnya Engkau telah berfirman di dalam Al-Qur'an, 'Yamhul-lôhu mâ yasyâ'u wa yutsbit wa 'indahû ummul kitâb."
Tafsir ad-Durr al-Mantsûr, jilid 4, hal. 66 dan jilid 6, hal. 143.
4. Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi saw, "Lâ yaruddul qodlô' illad-du'â' wa lâ yazîdu fil-'umr illal-birr"; tidak ada yang dapat menolak ketentuan Allah kecuali doa, dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali perbuatan baik.[6] Hadis ini juga diriwayatkan oleh Hakim dalam al-mustadrak-nya, jilid 1, hal 493 dengan sanad yang berbeda.
At-Tâj al-Jâmi' li al-Ushûl, jilid 5, hal 111.
BADA DALAM PEMAHAMAN SYIAH
Berkata Imam Ash-Shadiq (AS) : " Barang siapa mengatakan bahwa Allah telah berkehendak melakukan sesuatu lalu menyesalinya maka menurut Kami ia telah kafir terhadap Allah yang Maha Agung". Dan beliau (AS) berkata lagi : "Barangsiapa mengatakan bahwa Allah telah berkehendak melakukan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya maka Aku berlepas diri darinya".
Berkata Syaikh Muhammad Ridla Al-Muzhaffar dalam kitabnya "Aqaid Al-Imamiyah" : "Bada' dengan pengertian seperti itu adalah mustahil bagi Allah Ta'ala, karena ia termasuk dari kejahilan dan kekurangan yang mustahil bagi Allah Ta'ala dan bukan juga dari pendapat Imamiyah".
Imam Ali Ridha as berkata, "Yakûnur-rojul yashilu rahimahû fayakûnu qod baqiya min 'umrihi tsalâtsu sinîna fayushoyyiruhul-lôhu tsalâtsîna sanah wa yaf'alul-lôhu mâ yasyâ'."; ada seorang lelaki bersilaturahmi (menyambung hubungan famili), sedangkan tersisa dari umurnya tiga tahun, maka Allah merubah tiga tahun itu menjadi tiga puluh tahun dan Dia melakukan apapun yang Dia kehendaki.
Al-Kâfî, jilid 2, hal. 470.
Kurang lebih, bada' seperti halnya nasakh dalam syariat Islam. Bukankah kamu saksikan bagaimana Allah SWT merubah arah Kiblat dari Masjidil Aqsha ke Ka'bah? Hal itu bukan berarti kebodohan Allah terhadap sebagaian maslahat sehingga Dia menyesal akan hukum-Nya yang pertama, yaitu shalat ke arah Masjidil Aqsha, melainkan sejak semula Dia menetapkan Ka'bah sebagai Kiblat setelah Masjidil Aqsha, akan tetapi Dia tidak mengumumkannya karena beberapa maslahat, seperti ujian untuk orang-orang beriman.
Dampak Mempercayai Bada'
Keyakinan terhadap bada' berdampak positif pada kehidupan manusia, baik secara ideologis maupun secara psikologis. Adapun yang pertama adalah, bahwa muncul dan tetapnya alam semesta berada di bawah naungan kuasa dan kehendak Allah SWT. Hanya Dia yang mampu dan hanya kehendak-Nya yang dapat merubah atau menetapkan alam semesta; "kullu yawmin huwa fî sya'n"; setiap hari Dia pada posisi dan tindakan. Otomatis, kepercayaan Yahudi adalah dusta, di saat mereka menganggap tangan dan kekuasan Allah SWT terbelenggu; "Wa qôlatil-yahûdu yadul-lôhi maghlûlatun ghullat aydîhim wa lu'inû bimâ qôlû bal yadâhu mabsûthotâni yunfiqu kanfa yasyâ'u."; Yahudi berkata, "Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu." [Tidak demikian], melainkan tangan merekalah yang terbelenggu, dan terlaknatlah mereka atas apa telah mereka katakan, bahkan kedua tangan (kekuasaan) Allah SWT terbentang, Dia memberi sebagaimana yang Dia kehendaki. (QS. al-Ma'idah [5]:64)
Adapun secara psikologis, keyakinan terhadap bada' menarik perhatian lebih dari seseorang kepada Allah SWT. Keyakinan ini membuat seseorang merasakan bahwa segala urusan dunia dan akhirat ada di tangan Allah SWT. Keyakinan ini membangkitkan harapan pada seseorang untuk dapat merubah takdir buruknya menjadi baik melalui amal salih dan tunduk serta doa kepada Allah SWT. Dengannya manusia tidak akan pernah putus asa dari rahmat Allah SWT. Dia selalu berusaha untuk taat terhadap semua perintahnya dan menjauhkan diri dari segala bentuk kemaksiatan.
Sedangkan orang yang mengingkari bada' dan berkeyakinan bahwa takdir Allah SWT untuk dirinya pasti terjadi dan tidak ada satu pun yang mampu menghalanginya, maka tidak ada lagi harapan untuk berdoa dan berusaha. Seberapa lama pun dia berdoa dan beramal salih, tetap takdir buruk neraka menantinya. Sebaliknya, seberapa pun seseorang berbuat jahat kalau takdirnya yang semula baik, maka dia akan masuk surga. Kalau memang takdir Allah SWT dia menjadi orang kaya, maka semalas apa pun dia tetap menjadi kaya. Sebaliknya, jika takdir seseorang adalah miskin, maka semua usahanya untuk menjadi orang berduit tidak akan membuahkan hasil. Tangisan dan doa, sedekah dan tawasul, serta segala bentuk tindakan manusia sama sekali tidak mempengaruhi takdirnya. Dengan demikian, konsekuensinya adalah seluruh ayat dan riwayat yang mencerminkan relaitas bada' adalah batil atau omong kosong belaka. Usaha sebuah kaum untuk merubah nasibnya tidak akan berhasil. Syukur kepada Allah SWT tidak akan menambah rezeki. Kafir terhadap nikmatnya juga tidak menyebabkan siksa yang dahsyat. Doa tidak akan merubah qadha dan qadar. Silaturahmi tidak akan menambah umur. Memutus hubungan famili tidak akan mengurangi usia, dan seterusnya. Ringkasnya, Al-Qur'an dan sunah tidak lagi suci dan benar, serta kehidupan manusia menjadi sangat terancam oleh kehancuran.
Kesimpulan
1. Bada' merupakan salah satu asas agama Islam, yang membedakannya dengan Yahudi dan Nasrani, serta menjauhkannya dari penyelewengan aliran Qadariah.
2. Bada' adalah perubahan takdir karena amal salih atau tindakan jahat. Bada' menjelaskan bahwa takdir tidak mendominasi kuasa Allah, melainkan Allah kuasa untuk merubah takdir yang Dia telah tentukan.
3. Bada' adalah kesepakatan muslimin; hanya saja Ahlusunah menyebutnya dengan konsep mahw wa itsbât.
4. Penggunaan kata bada' disebabkan oleh riwayat dari Nabi saw dan para imam as yang menggunakan kata tersebut.
5. Keyakinan terhadap bada' memberi harapan kepada seseorang untuk menjadi baik, sedangkan pengingkaran terhadap bada' membuat seseorang putus asa dan mengancam kehidupan sosial manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar