judul blog

Gudang Data Notes dan SS Facebookers Syiah Berikut Beberapa Tulisan Penting Seputar Syiah

Senin, 29 Juli 2013

SILAHKAN MAJU KAMI YANG MENGENDALIKAN



Saat menulis postingan ini saya baru saja menyaksikan tayangan acara "Kampung Ramadhan" yang disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi Global TV yang seperti kita ketahui bersama merupakan jaringan dari MNC Group milik Harry Tanoesudibyo. Global TV awalnya adalah milik ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) dan "konon" ditujukan untuk menjadi televisinya umat Islam Indonesia, namun nasibnya berakhir di tangan Harry Tanoe yang kita ketahui bersama sebagai seorang non-Islam, hampir sama halnya koran Republika yang jatuh ke tangan Eric Thohir yang tidak kita ketahui ke-Islamannya.

Dalam tayangan tersebut secara aneh saya melihat satu "menorah" berdiri di atas panggung yang megah. "Menorah" merupakan simbol paling kuat bagi kaum yahudi se-dunia, bahkan lebih "suci" dibanding simbol "bintang Daud". Berupa alat penerangan berbentuk lima atau enam sula (ujung) yang pada ujung-ujungnya dipasang lilin atau obor, simbol ini mulai digunakan setelah peristiwa pemberontakan Maccabea yang setiap tahunnya diperingati sebagai hari raya "Hanukah" yang jatuh setiap bulan Desember.

Saya tidak mengerti maksud produser acara tersebut menampilkan "menorah" di atas panggung acara bernuansa Islam. Namun karena Global TV adalah milik Harry Tanoe, pikiran saya langsung mengarah pada "kekuatan uang" yahudi internasional. Seperti kita ketahui kemunculan Harry Tanoe dalam panggung kekuasaan negeri ini sangat fenomenal. Dari seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya, tiba-tiba saja ia mencul sebagai penguasa salah satu group media terbesar di Asia Tenggara. Kini ia bahkan telah mengembangkan pengaruhnya dengan menjadi petinggi Partai Hanura dan telah ditetapkan sebagai kandidat wakil presiden Indonesia mendatang. Hal itu telah cukup bagi kita untuk mencurigai adanya pengaruh yahudi
internasional di balik sosok Harry Tanoe.

Namun bukan hanya Harry Tanoe yang kemunculannya menjadi fenomena di Indonesia akhir-akhir ini. Kita juga melihat fenomena Jokowi, yang hampir pasti berada di bawah bayang-bayang "kekuatan uang" yahudi internasional, terutama dengan simbol "el-diablo" atau "tanduk setan" yang diacung-acungkannya saat kampanye pemilihan gubernur DKI.

Selain di panggung politik, dunia hiburan juga diwarnai oleh fenomena yang sama. Ketika dua tahun lalu melihat Agnes Monica menjadi bintang iklan minuman energi "Mizone" dengan make up gaya "all seing eye" saya langsung menebak, kariernya bakal meroket, dan ternyata benar dugaan saya. Selain Agnes kita juga menyaksikan "Coboy Junior" yang kariernya juga meroket setelah para personilnya sering menampilkan simbol "tanduk setan". Tidak hanya itu, almarhum seorang ustad kondang yang baru meninggal ternyata juga pernah berpose mengacungkan simbol tanduk setan dan berpakaian gamis bersimbol bintang Daud (semoga Allah mengampuni kekhilafannya). Tidak hanya itu, putranya juga pernah berpose dengan simbol tanduk setan, dan kini, hanya beberapa hari setelah kematian ayahnya ia telah menjelma sebagai selebritis baru.

Tidak bermaksud sinis, tapi saya kurang suka dengan keterlibatan putra sang ustad dalam sinetron tak bermutu "Monyet Cantik", yang telah mengkait-kaitkan hal-hal tak rasional dengan Islam. Atau jandanya yang menjalani masa idah (berkabung) tapi terus-menerus muncul acting-nya di televisi, atau teman-teman dan keluarganya yang memanfaatkan kematiannya untuk mendapatkan proyek.

Pemimpin gerakan zionis-komunis internasional, Lenin, terkenal dengan perkataannya: cara paling efektif untuk menguasai adalah dengan menjadi pemimpin. Maka ketika rakyat Amerika telah bosan dengan status quo dan merindukan sistem kenegaraan alternatif, "kekuatan uang" yahudi internasional melancarkan gerakan tea party yang langsung menarik perhatian jutaan rakyat Amerika yang menyangka telah menemukan gerakan baru sesuai aspirasi mereka. Salah satu tokoh gerakan ini ternyata adalah Walikota New York berdarah yahudi, Bloomberg, yang kita ketahui juga menjadi penyandang dana LSM Indonesian Corruption Watch (ICW). Kita ketahui ternyata ICW juga menggunakan simbol "all seing eye"  dalam logonya. Demikian pula ketika kesadaran beragama umat Islam Indonesia muncul, mereka pun menampilkan ustad-ustad "karbitan" untuk menjadi pemimpin dan panutan.

Tentu saja tidak ada masalah bagi mereka untuk melakukan itu semua. Dengan kekuatan uang yang tidak terbatas mereka sudah menguasai birokrat, politisi, media massa dan industri hiburan Indonesia.

Namun tidak semua "boneka" itu menyadari "permainan" ini. Para personil "Coboy Junior" atau putra almarhum ustad kondang mungkin tidak mengetahui arti simbol "tanduk setan" yang mereka acung-acungkan. Namun bagi para "dalang" yang mengendalikan mereka hal itu sudah cukup untuk memberikan informasi kepada publik bahwa untuk menjadi "tenar" dan "beruntung" harus bergabung dalam "persaudaraan" yang mereka pimpin.

Sepanjang sejarahnya kaum yahudi selalu terombang-ambing dalam 2 kutub yang berseberangan: kutub agama samawi yang diwariskan Ibrahim, Musa, Daud dan Sulaiman di satu sisi dan kutub materialisme-penyembahan berhala di sisi lainnya. Kisah nabi Musa menjadi contoh nyata hal ini. Hanya beberapa hari setelah menyaksikan keajaiban Tuhan yang telah membelah Laut Merah untuk menyelamatkan mereka dari kejaran Fir'aun Mesir, orang-orang yahudi telah mengabaikan Tuhan dengan membuat patung sapi dari emas dan menyembahnya. Contoh lebih nyata lagi adalah peristiwa Pemberontakan Maccabean yang terjadi antara abad pertama dan kedua sebelum masehi.

Usai berhasil membebaskan diri dari penjajahan Yunani, orang-orang yahudi terpecah menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok agama dan kelompok sekuler. Kelompok yang pertama yang menolak kepemimpinan Maccabe karena melanggar kesucian hari Sabath, akhirnya mengasingkan diri dengan membentuk komunitas sendiri bernama Nazarene (Nasrani) yang darinya lahir beberapa nabi seperti Zacharia, Yahya (Johannes) dan Isa (Yesus). Adapun dari kelompok kedua kemudian berkembang menjadi beberapa pemikiran seperti atheisme, komunisme hingga satanisme (penyembah setan).

Usai penyerbuan Romawi dan penghancuran Kuil Solomon di Jerussalem tahun 70 masehi, orang-orang yahudi berpencar ke seluruh dunia, sementara hampir semua orang-orang Nazarene memilih menjadi martir. Sebagian yang tinggal di tanah Palestina kemudian berpindah keyakinan ke Islam setelah kedatangan agama ini sekitar abad 8 masehi. Sebagian orang yahudi penyembah berhala berasimilasi dengan orang-orang Khazar di utara Laut Kaspia dan melahirkan satu entitas yahudi baru yang disebut yahudi sephardin. Kelompok terakhir inilah yang kemudian menjadi penguasa sektor finansial global dengan memanfaatkan "kebodohan" ummat-ummat agama lain yang percaya dengan larangan riba dan bunga uang.

SIAPA YANG SEBENARNYA BERKUASA DI DUNIA (bagian ke 2)


Menurut sebuah artikel yang dimuat di majalah Newscientist, tentang sebuah studi terhadap lebih dari 40.000 perusahaan transnasional yang dilakukan oleh Institut Teknologi Federal Swiss di Zurich, ditemukan adanya satu kelompok inti dari bank-bank  besar dan perusahaan-perusahaan raksasa yang mendominasi sistem ekonomi di seluruh dunia. Studi itu menemukan kelompok inti itu terdiri dari hanya 147 perusahaan yang bahkan masih saling berkaitan kepemilikannya satu sama lain.

Sebagian besar perusahaan itu adalah bank-bank dan lembaga keuangan bukan bank. Berikut adalah daftar 25 perusahaan terbesar menurut studi tersebut.

1. Barclays plc
2. Capital Group Companies Inc
3. FMR Korporasi
4. AXA
5. State Street Corporation
6. JP Morgan Chase & Co
7. Hukum & General Group plc
8. Vanguard Group Inc
9. UBS AG
10. Merrill Lynch & Co Inc
11. Wellington Manajemen Co LLP
12. Deutsche Bank AG
13. Franklin Resources Inc
14. Credit Suisse Group
15. Walton Enterprises LLC
16. Bank of New York Mellon Corp
17. Natixis
18. Goldman Sachs Group Inc
19. T Rowe Price Group Inc
20. Legg Mason Inc
21. Morgan Stanley
22. Mitsubishi UFJ Financial Group Inc
23. Northern Trust Corporation
24. Société Générale
25. Bank of America Corporation

Para elit ultra-kaya sering bersembunyi di balik lapisan demi lapisan kepemilikan, tetapi kenyataannya adalah bahwa berkat hubungan kepemilikina yang saling terkait itu, elit global pada dasarnya mengontrol hampir seluruh perusahaan raksasa dunia. Jumlah kekayaan dan kekuasaan mereka sulit untuk digambarkan. Sayangnya, kelompok yang sama telah menjalani hal itu sejak masa yang sangat lama. Sebagaimana ditunjukkan oleh pidato yang menarik oleh Walikota New York John F. Hylan pada tahun 1922:

"Ancaman nyata dari Republik kita adalah pemerintah tak terlihat, yang seperti gurita raksasa dengan kaki-kaki berlendir membelit kota-kota, negara bagian, dan seluruh bangsa ini. Untuk tidak sekedar generalisasi belaka, saya katakan bahwa kepala dari gurita itu adalah kepentingan Rockefeller-Standar Oil dan sekelompok kecil bankir internasional. Mereka secara nyata mengendalikan pemerintah Amerika untuk tujuan mereka sendiri."

Mereka praktis mengontrol kedua partai Republik dan Demokrat, menulis platform politik, dan menentukan pejabat-pejabat tinggi yang sejalan dengan kepentingan bisnis korup mereka.

Mereka mengontrol mayoritas surat kabar dan majalah di negeri ini. Mereka menggunakan media-media itu untuk menekan pejabat-pejabat publik hingga menyerah pada kemauan mereka, atau mendepak mereka yang menolak kemauan mereka. Mereka beroperasi di balik layar yang diciptakan mereka dan menguasai semua pejabat publik, lembaga-lembaga legislatif, lembaga-lembaga pendidikan, pengadilan, dan semua lembaga yang dibuat untuk melindungi kepentingan publik.

Mereka menciptakan bank-bank sentral dan memanfaatkannya untuk menjebak pemerintahan negara-negara di dunia masuk dalam jeratan hutang yang tidak berujung. Hutang pemerintah adalah cara yang ampuh untuk merampok uang kita semua, mentransfernya ke pemerintah dan berakhir di kantong orang-orang super kaya."

Juga kecaman pedas yang dilakukan oleh anggota Kongres Louis T. McFadden yang disampaikan di hadapan sidang DPR AS pada tgl 10 Juni 1932:

"Bapak Ketua, di negara ini kita memiliki satu lembaga yang paling korup yang pernah dikenal di dunia. Saya merujuk kepada Bank Sentral (The Federal Reserve Bank) dan Dewan Gubernur Bank Sentral. Mereka telah menipu pemerintah dan seluruh rakyat Amerika untuk membayar hutang nasional yang tidak pernah bisa lunas. Mereka telah menghancurkan dan memiskinkan seluruh rakyat Amerika dan membangkrutkan pemerintah Amerika. Mereka melakukannya melalui aturan yang dibuat untuk memuluskan langkah mereka, melalui kejahatan administrasi yang dilakukan Dewan Gubernur, dan melalui praktik-praktik kotor manusia-manusia rakus yang mengawasinya."

Para pemilik saham dari 12 Bank Sentral Daerah yang membentuk bank sentral adalah para bankir swasta. Menurut penelitian terhadap kepemilikan bank-bank dan lembaga keuangan bukan bank di Wall Street, nama-nama yang sama muncul berulang-ulang dalam daftar kepemilikan bank-bank dan lembaga keuangan itu: Rockefeller, Rothschild, Warburg, Lazard, Schiff, dan juga beberapa keluarga bangsawan Eropa.

Namun orang-orang super kaya itu tidak hanya menguasai Amerika. Cara yang hampir sama juga diterapkan di seluruh dunia. Tujuan mereka adalah untuk menciptakan sebuah sistem keuangan global yang mereka kuasai.

Sejarahwan Georgetown University Prof. Carroll Quigley pernah menulis:

"Para penguasa kapitalisme memiliki tujuan yang lebih jauh lagi, tidak kurang dari menciptakan sistem keuangan global yang dikuasai para penguasa modal yang mendominasi sistem politik dan ekonomi dunia keseluruhan. Sistem ini harus dikontrol dengan model feudalis oleh bank-bank sentral yang bertindak bersama-sama sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan rahasia yang dihasilkan melalui pertemuan-pertemuan dan konperensi-konperensi. Bentuk final dari sistem itu nantinya adalah Bank for International Settlements di Basle, Swiss, suatu bank swasta yang dimiliki dan dikendalikan oleh bank-bank sentral di dunia yang karenanya juga menjadi lembaga swasta."

Orang-orang super kaya juga memainkan peran utama dalam membangun lembaga-lembaga internasional penting lainnya seperti PBB, IMF, Bank Dunia dan WTO. Bahkan tanah untuk kantor pusat PBB di New York dibeli dan disumbangkan oleh John D. Rockefeller. Para bankir internasional pun sangat bangga disebut sebagai "internasionalis".

Para elit juga mendominasi sistem pendidikan di banyak negara seperti Amerika Serikat. Selama bertahun-tahun Yayasan Rockefeller dan organisasi elitis lainnya telah menggelontorkan sejumlah besar uang ke universitas-universitas elit "Ivy League". Saat ini Ivy League dianggap sebagai tolak ukur bagi semua perguruan tinggi dan universitas lain di Amerika.

Para elit juga mengarahkan sejumlah besar pengaruh melalui berbagai perkumpulan rahasia (Skull and Bones, Freemason dll), melalui beberapa lembaga think tank dan klub sosial (Council for Foreign Relation, Komisi Trilateral, Bilderberg Group, Bohemian Grove, Chatham House, Klub Roma, dll), dan melalui jaringan luas yayasan amal dan organisasi non-pemerintah (Rockefeller Foundation, Ford Foundation, WWF, (ICW?) dll).

Namun yang perlu menjadi perhatian penting adalah kekuatan media sebagai alat kekuasaan para elit. Mereka meliputi perusahaan surat kabar dan majalah, televisi, studio film, penerbit, label musik, situs internet, PH, dan sebagainnya. Mereka semua hanya dimiliki oleh 6 kelompok bisnis yaitu Time Warner, Walt Disney, Viacom, News Corp., CBS Corp., NBC Universal.

Mengingat fakta bahwa rata-rata manusia modern menghabiskan waktu berjam-jam setiap harinya duduk di depan televisi, atau menonton film dan membaca majalah, koran dan buku, maka pengaruh media massa begitu kuat dalam membentuk persepsi publik terhadap suatu hal atau masalah. Dan berikut adalah media-media raksasa global milik para elit dunia.

Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa berbagai hal maupun masalah seperti tidak pernah berubah, tak peduli siapa yang menjadi presiden? Mengapa perang Afghanistan tetap berkecamuk meski Presiden Obama telah menggantikan George W. Bush, bahkan melebar menjadi Perang Pakistan? Mengapa penjara Guantanamo yang dikritik keras masyarakat internasional tetap beroperasi? Atau mengapa pemerintah Indonesia yang terus menerapkan kebijakan defisit APBN dan menutupinya dengan berhutang? Atau mengapa kelompok seperti Ikhwanul Muslimin yang berkuasa di Mesir atau Turki, yang awalnya didirikan untuk membebaskan Palestina, justru bergandengan mesra dengan Israel dan meninggalkan rakyat Palestina seperti orang menjauhi penyakit campak?

Tentu saja karena para super-kaya menguasai nyaris segalanya di dunia.

Jika Tommy Winata yang kekayaannya "hanya" beberapa milyar dolar saja bisa mengorganisir "konvensi" para pemimpin redaksi media-media massa se Indonesia (dengan ketuanya Pemimpin Redaksi Tempo yang kantornya pernah diacak-acak dan para wartawannya dipukuli anak buah Tommy), tentu apa yang bisa dilakukan para bankir internasional pemilik bank-bank raksasa dan bank-bank sentral dunia itu jauh lebih besar lagi: mengorganisir konvensi Partai Demokrat (Amerika), misalnya.



SUMBER:
"Who Runs The World? Solid Proof That A Core Group Of Wealthy Elitists Is Pulling The Strings"; Michael Synder; The Economic Collapse; 29 Januari 2013

"Do the Rothschilds Own all Central Banks?"; Anthony Migchels; henrymakow.com; 15 Juli 2013

SIAPA YANG SEBENARNYA BERKUASA DI DUNIA? (bagian 1)


To the point saja. Negara-negara di seluruh dunia saat ini menanggung hutang sebesar kira-kira $51 triliun, atau setara kira-kira Rp 500.000 triliun. Lalu kepada siapa negara-negara itu berhutang? Pertanyaan lain bisa diganti: siapa yang memiliki kekayaan sebesar itu?

Jika piutang adalah sebagian kecil saja dari seluruh aset atau kekayaan seseorang atau perusahaan atau lembaga, lalu kekayaan sebenarnya tentu jauh lebih besar dari jumlah itu, mungkin Rp 5 juta triliun atau bahkan jauh lebih besar lagi. Dan berapa pendapatan bunga dari piutang sebesar itu? Jika diasumsikan suku bunga pasar uang internasional adalah 5% (Indonesia mencapai 10% lebih), maka penghasilan dari bunga piutang itu mencapai Rp 25.000 triliun. Lalu, sekali lagi, siapa yang memiliki kekayaan sebesar itu? Bank Dunia atau IMF?

No way! IMF saja baru-baru ini kekurangan uang hingga harus minta pinjaman kepada pemerintah Indonesia sebesar $1 miliar. Keduanya hanyalah "makelar" bisnis hutang piutang antar negara dan hidup dari komisi dari setiap transaksi yang dihasilkan. Atau bank-bank dan lembaga keuangan internasional? Nah ini lebih mendekati meski masih terlalu jauh. Beberapa bank swasta terbesar dunia assetnya mencapai lebih dari $2 triliun atau sekitar Rp 20.000 triliun, jauh lebih besar dari semua perusahaan riel pembuat pesawat, mobil, atau makanan olahan.

(Sekedar gambaran, jika ada satu mesin uang yang bisa mencetak uang senilai Rp 1 miliar setiap detiknya, maka untuk mencetak uang senilai Rp 1 triliun mesin tersebut membutuhkan waktu 1.000 detik, atau setara 17 menit non-stop. Untuk mencetak Rp.1000 triliun membutuhkan waktu 17.000 menit atau setara 11,8 hari nonstop).

Lebih mendekati lagi adalah bank-bank sentral internasional seperti The Fed, Bank of England dll, atau bahkan mungkin termasuk Bank Indonesia.

Jadi kekayaan sebesar itu milik pemerintah juga dhong, khan bank sentral yang katanya miliki pemerintah?

Jika "hari gini" Anda masih mempercayai mitos itu, Anda termasuk dalam kelompok (ma'af) ignorant, atau kasarnya "moron" atau idiot. Bank-bank sentral itu milik swasta, bahkan jika bank-bank itu menggunakan nama seperti "Federal Reserve Bank", tidak beda dengan merek "Federal Express" atau sepeda "Federal". Di Amerika sendiri bank sentral merupakan "konsorsium" dari 12 bank-bank milik swasta di 12 wilayah.

Soal kepemilikan bank sentral ini telah membuat publik Amerika "gempar" akhir-akhir ini. Pemikiran bahwa kekuasaan pencetakan uang dan penetapan nilainya dilakukan oleh lembaga swasta tentu jauh dari pemikiran warga negara Amerika. Konstitusi Amerika bahkan menegaskan bahwa kekuasaan itu ada di tangan lembaga legislatif Congress. Kalau pun Congress mengalihkan kekuasaannya itu, lembaga yang paling tepat tentu saja adalah pemerintah yang dipimpin presiden yang dipilih rakyat, sehingga pengawasan dan pertanggungjawabannya pun menjadi jelas. Namun dengan adanya bank sentral yang dimiliki swasta, pemerintah harus "meminjam" uang kepada swasta dan membayarkan bunga dari tiap sen yang dipinjam untuk membiayai pembangunan dan belanja pemerintah. Selanjutnya, untuk membayar beban bunga dan cicilannya itu pemerintah harus membebani rakyat dengan pajak pendapatan dan lain-lain (pajak pendapatan ditetapkan hanya beberapa bulan setelah ditetapkannya UU bank sentral tahun 1913, sebelumnya tidak dikenal di Amerika). Saat ini beban hutang pemerintah Amerika telah mencapai $15 triliun dengan beban bunganya saja setiap tahun mencapai ratusan miliar dollar atau setara ribuan triliun rupiah.

Untuk menjawab "kegemparan" itu, meski rakyat Amerika umumnya masih terlalu "idiot" untuk mengadakan revolusi seperti di Mesir, bank sentral Amerika baru-baru ini mengeluarkan keterangan resmi tentang hal itu:

"12 bank sentral regional yang didirikan oleh Congress sebagai operator dari sistem perbankan nasional, diorganisir sebagaimana perusahaan swasta -- yang mungkin menimbulkan pertanyaan tentang kepemilikannya. Sebagai contoh, bank sentral menerbitkan saham kepada bank-bank sentral anggota. Namun demikian memiliki saham di bank sentral tidak sama dengan kepemilikan di perusahaan-perusahaan swasta. Bank sentral tidak didirikan untuk mencari keuntungan, dan kepemilikan sejumlah saham, berdasarkan hukum, merupakan prasarat dari sistem kepemilikan bank sentral. Saham-saham tersebut tidak bisa diperjual belikan, atau dijadikan sebagai jaminan. Dan pembagian keuntungan, berdasar hukum ditetapkan sebesar 6% per-tahun".

Akhirnya bank sentral sendiri mengakui bahwa mereka adalah lembaga swasta meski bersembunyi di balik UU yang ditetapkan Congress. Bagaimana pun hal ini, dalam suatu sistem ketatanegaraan yang ideal, merupakan tindakan pengkhianatan yang dilakukan Congress, pemerintah dan bank sentral. Bagaimana mungkin sekelompok bankir diberi kewenangan mencetak uang, menetapkan nilai tukarnya, dan mengedarkannya ke masyarakat. Hal ini tentu saja membuat pemerintah, Congress dan negara berada di bawah kekuasaan para bankir. Para bankir pemilik bank sentral itu tentu saja bisa membuat negara makmur dengan mempermudah peredaran uang, namun juga bisa membuat negara hancur dalam sekejap dengan menarik peredaran uang melalui berbagai instrumen yang dimilikinya. Hal inilah yang terjadi dalam peristiwa "malayse" atau depresi besar tahun 1920-an hingga 1930-an dan berbagai krisis ekonomi lainnya.

Belum lagi jika dipertimbangkan aspek keadilan. Kewenangan mencetak uang dan menetapkan nilainya membuat para pemilik bank sentral itu secara otomatis menjadi orang-orang terkaya di dunia. Seperti sudah disebutkan, penghasilan bunga yang mereka terima mencapai angka yang tidak terbayangkan, dan terus bertambah dan menumpuk seiring berjalan waktu.

Dengan semua keuntungan itu, siapa yang cukup gila untuk menjual saham yang mereka miliki di bank sentral? Maka pernyataan bank sentral Amerika tentang "Saham-saham tersebut tidak bisa diperjual belikan" adalah tidak relevan lagi.

Lalu siapa pemilik sebenarnya konsorsium bank sentral Amerika? Lebih afdol lagi adalah siapa pemilik bank-bank sentral di berbagai belahan dunia?

HAH....EINSTEIN PENGANUT SYIAH....?


HMINEWS.COM- Dalam sebuah dokumen yang dirahasiakan, terungkap sebuah surat rahasia Albert Einstein, ilmuan Jerman penemu teori relatifitas yang menunjukkan bahwa dirinya adalah penganut Islam Syiah Imamiyah. 
Hal ini berdasarkan laporan situs Mouood.org, Einstein pada tahun 1954 dalam suratnya kepada Ayatollah Al-Udzma Sayid Hossein Boroujerdi, marji besar Syiah kala itu, menyatakan, “Setelah 40 kali menjalin kontak surat-menyurat dengan Anda (Ayatollah Boroujerdi), kini saya menerima agama Islam dan mazhab Syiah 12 Imam”. Einstein dalam suratnya itu menjelaskan bahwa Islam lebih utama ketimbang seluruh agama-agama lain dan menyebutnya sebagai agama yang paling sempurna dan rasional. 
Ditegaskannya, “Jika seluruh dunia berusaha membuat saya kecewa terhadap keyakinan suci ini, niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya walau hanya dengan membersitkan setitik keraguan kepada saya”. 
Einstein dalam makalah terakhirnya bertajuk Die Erklarung (Deklarasi) yang ditulis pada tahun 1954 di Amerika Serikat dalam bahasa Jerman menelaah teori relatifitas lewat ayat-ayat Al-Quran dan upcapan Imam Ali bin Abi Thalib as dalam kitab Nahjul Balaghah. Dalam makalahnya itu, Einstein menyebut penjelasan Imam Ali as tentang perjalanan miraj jasmani Rasulullah ke langit dan alam malakut yang hanya dilakukan dalam beberapa detik sebagai penjelasan Imam Ali as yang paling bernilai.

Link aslinya anda bisa dapatkan di: http://hminews.com/news/hah-einstein-penganut-syiah/

DIALOG RASULULLAH SAWW DENGAN SEORANG ATHEIS


Di sini saya akan ceritakan sebuah cerita yang terjadi pada jaman Rasulullah (Saaw). Pada suatu hari beberapa orang atheis (ada sekitar 5 orang atheis semuanya) menemui Rasulullah (Saaw) dan kemudian mereka terlibat dalam pembicaraan yang serius.

Sebagian dari perdebatan Rasulullah itu ialah sebagai berikut:

Rasulullah (saaw):
“Apa yang menjadi alasan kalian. Mengapa kalian percaya bahwa alam semesta ini tidak memiliki awal dan tidak memiliki akhir; dan semua yang ada di alam semesta ini sudah tercipta dari dulu dan akan senantiasa ada selamanya?”
Orang-orang Atheis:
“Kami hanya mempercayai apa-apa yang bisa kami lihat. Karena kami tidak pernah melihat awal dari alam semesta ini, maka kami berkesimpulan bahwa alam semesta ini selalu ada sejak dahulu dan karena kami tidak pernah melihat kemusnahannya, maka kami berkesimpulan bahwa alam semesta ini senantiasa ada dan selamanya ada.”
Rasulullah (saaw):
“Kalau begitu………….apakah kalian pernah melihat alam semesta ini tanpa awal dan tanpa akhir?”
Orang-orang Atheis:
“Tidak, kami tidak pernah melihat alam semesta ini tanpa awal dan tanpa akhir.”
Rasulullah (saaw):
“Lalu bagaimana mungkin kalian mempercayai kekekalan dari alam semesta ini? Dan mengapa kalian tidak memilih pendapat orang yang percaya bahwa alam semesta ini tidak kekal karena ia tidak pernah melihat awal dan akhir dari alam semesta ini?”
Rasulullah (saaw) telah mematahkan keyakinan orang-orang Atheis itu dengan cara yang sangat meyakinkan dan sangat cerdas sekali. Rasulullah (saaw) mematahkan pendapat orang-orang Atheis itu dengan membenturkan keyakinan mereka dengan keyakinan orang-orang lain yang memiliki dasar yang kurang lebih sama dengan kesimpulan yang berbeda. Semua pendapat yang dinyatakan oleh orang-orang Atheis itu dan pendapat yang dimiliki oleh orang-orang lain sama-sama didasarkan atas dasar kesaksian penglihatan. Mereka percaya karena mereka telah melihat.

Mereka berkata: SEEING IS BELIEVING; dengan motto ini jelas kesaksian keduanya sama; akan tetapi kesimpulan mereka berbeda.

Kemudian Rasulullah setelah itu masih larut dalam perbincangan dengan 5 orang atheis itu. Rasullah bertanya kepada mereka.

Rasulullah (saaw):
“Sekarang, katakanlah kepadaku. Apakah waktu (hari) yang telah lewat itu terbatas atau tidak terbatas? Seandainya kalian jawab bahwa waktu yang telah lewat itu tidak terbatas, lalu bagaimana waktu yang baru bisa datang jka waktu yang lewat itu belum lewat, atau tidak pernah lewat, karena tidak terbatas?” “Dan seandainya kalian jawab bahwa waktu itu terbatas maka kalian harus mengatakan bahwa waktu itu tidak kekal atau akan ada akhirnya.”
Orang-orang Atheis:
“Kami mengakui bahwa waktu itu terbatas”
Rasulullah (saaw):
“Lalu, kalian bersikeras mengatakan bahwa alam semesta itu abadi, tidak diciptakan dan tidak terbatas. Apakah kalian menyadari akan akibat dari keyakinan yang kalian anut itu. Padahal kalian sebelumnya sepakat menyatakan bahwa waktu itu terbatas. Lalu apalagi yang bisa kalian sangkal dan apalagi yang kalian akui?”
Orang-orang Atheis itu kemudian bisa menerima apa yang dikatakan oleh Rasulullah (saaw) dan mereka mengakui kesalahan yang telah mereka ikuti. Sebenarnya secara tidak sengaja (atau memang sengaja!) pernyataan Rasulullah ini menunjukkan keterkaitan yang erat antara WAKTU dan MATERI (pembentuk alam semesta)I. Karena kalau tidak, maka Rasulullah (saaw) tidak akan memperbincangkan masalah WAKTU ketika sedang membicarakan MATERI. Dan keindahan dari pembicaraan Rasulullah (saaw) itu akan kelihatan sekali oleh orang-orang yang telah mempelajari teori relativitas khusus dari Albert Einstein.
KEMUNGKINAN BESAR ALBERT EINSTEIN PERNAH MENDENGAR DIALOG RASULULLAH DENGAN 5 ORANG ATHEIS INI, YANG AKHIRNYA MENGGIRING DIA MENJADI SEORANG MUSLIM DI PENGHUJUNG HIDUPNYA. Wallahu ‘alam.

WASIAT JIHAD KYAI MAJA



Den sira para satria nagari mentaram,
Wahai kalian ksatria mataram,

nagari jawi heng dodotira sumimpen,
negara jawa tersimpan dalam pemahaman kalian.

watak wantune sayyidina ngali, sumimpen kawacaksane sayyidina ngali,
Pada kalian tersimpan Watak prilaku, kebijaksanaan sayyidina ali

sumimpen kawacaksane sayyidina kasan, sumimpen kakendale sayyidina kusen,
tersimpan Watak prilaku, kebijaksanaan sayyidina hasan. Tersimpan keberanian al husain,

den seksana hing wanci suro landa bakal den sira sirnaake saka tanah jawa,
perhatikanlah pada waktu suro belanda akan kalian hilangkan dr tanah jawa,

krana sinurung pangribawaning para satrianing muhammad yaitu ngali, kasan, kusen.
krn terdorong kekuatan wibawa para satria muhammad yaitu ali,hasan dan husain.

Sira padha lumaksananna yudha kairing takbir lan shalawat,
Berperanglah kalian diiringi takbir dan shalawat,

yen sira gugur hing bantala, cinandra, guguring sakabate sayyidina kusen hing Nainawa,
jika kalian syahid maka akan tercatat spt syahid nya para sahabat al husain di Nainawa.

sira kang wicaksana hing yudha,pinates tampa sesilih ali basya (babad prang dipanegara,karya pujangga yasadipura II, surakarta).
Kalian yang bijaksana dalam peperangan, pantas mendapat julukan Ali Basya.


Source : http://www.muhsinlabib.com/sejarah/wasiat-kyai-maja-ttg-ahlulbait

IKHWANUL MUSLIMIN, MENGHITUNG HARI



Mengikuti seruan panglima militer Mesir Jendral al-Sisi untuk melakukan unjuk rasa mendukung langkah militer menghentikan aksi-aksi demonstrasi Ikhwanul Muslimin dan serangan teror di Sinai (Jendral Sisi menyebutnya sebagai "aksi-aksi kekerasans dan terorisme") ratusan ribu rakyat Mesir hari Jumat kemarin (26/7) berkumpul di Lapangan Tahrir. Ini merupakan tanda yang sangat jelas bagi militer untuk melakukan tindakan keras terhadap Ikwanul Muslimin, dan hari-hari keberadaan kelompok ini pun hampir dipastikan bisa dihitung dengan jari.

"Semua pemimpin Ikhwanul Muslimin harus ditangkap dan kami mendukung militer Mesir," kata seorang pengunjuk rasa di Lapangan Tahrir kepada wartawan yang mewawancarainya, sebagaimana ditayangkan NET TV hari Sabtu (27/7).

Unjuk rasa pendukung militer ini sendiri mendapat dukungan seluruh media massa Mesir dengan memberikan liputatan eksklusif peristiwa ini. Selain itu selain Gerakan Tamarod, Universitas Al Azhar yang berpengaruh dan Gereja Koptik juga menyerukan dukungannya terhadap aksi ini, menjadikan unjuk rasa tandingan yang dilakukan pendukung Ikhwanul Muslimin di Giza dan al-Nasr kurang memiliki dampak politis.

Kini beredar kabar militer telah memberikan ultimatum kepada Ikhwanul Muslimin untuk menghentikan aksi-aksi demonstrasinya, atau menghadapi aksi militer. Ultimatum tersebut dikeluarkan oleh Jendral Asisi hari Kamis (25/7) dan berlaku selama 24 jam, atau hari Sabtu ini (27/7).

"Kami tidak akan melakukan tindakan agresif, namun pasti akan melakukan tindakan tegas terhadap semua seruan untuk melakukan aksi kekerasan," kata seorang pejabat militer Mesir yang tidak bersedia disebutkan namanya, Jumat kemarin (26/7), terkait dengan ultimatum yang dikeluarkan Jendral al Sisi.

Kini kita hanya bisa berharap, Mohammad Moersi dan para pemimpin Ikhwanul Muslimin untuk bersikap realistis dengan menghentikan aksi-aksi demontrasi menentang kudeta dan menuntut pengembalian Moersi ke kursi kepresidenan, karena dipastikan militer akan melakukan aksi kekerasan untuk menghentikan mereka demi berjalannya pemerintahan sementara dukungan militer hingga terselenggaranya pemilu yang dipercepat.

Dalam beberapa hari terakhir saya selalu menyaksikan acara berita dunia di TVOne yang ditayangkan setiap tengah malam. Sesuai dengan kondisi global saat ini, Mesir menjadi topik utama acara tersebut dalam beberapa hari terakhir. Untuk menambah daya tarik, dalam acara ditampilkan narasumber yang disebut-sebut sebagai "pakar politik Timur Tengah" yang pernah belajar di Mesir. Namun sayangnya sang pakar tidak bisa memberikan analisis secara fair, melainkan selalu "melihat dari satu sisi" Ikhwanul Muslimin. Mungkin karena meraka adalah anggota organisasi rahasia itu. Saking berpihaknya pada Ikhwanul Muslimin, mereka tidak segan-segan memberikan pernyataan yang sangat bias. Misalnya saja, ketika ada seorang dekan Universitas Al Azhar memberikan dukungan pada kelompok Ikhwanul

Muslimin, sang pakar politik itu menyebutkannya sebagai dukungan "bulat" Al Azhar. Padahal secara resmi Al Azhar adalah pendukung militer dalam konteks kudeta terhadap Moersi dan pembentukan pemerintahan sementara. Untuk itu bahkan digunakan cara-cara bohong, seperti menterjemahkan pernyataan tidak sesuai teks maupun konteksnya.

Tidak hanya itu, sang pakar politik juga berilusi bahwa Ikhwanul Muslimin dan Mohammad Moersi bakal kembali ke posisi sebelum kudeta. Padahal hal ini sama dengan berharap Mesir kembali dipimpin oleh firaun. Ikhwanul Muslimin tidak hanya ditinggalkan rakyat Mesir, namun juga telah ditinggalkan oleh sekutu sementaranya Arab Saudi dan negara-negara Teluk, serta tuannya, yaitu Amerika dan zionis internasional. Sementara sekutu setianya Qatar kini hanya bisa menjadi "anak baik" Amerika, dan pemerintahan Erdogan di Turki harus berjuang keras mempertahankan kekuasaan dari aksi-aksi demonstrasi menuntut penguduran diri Erdogan.



REF:
"MB faces deadline to end protests"; PRESS TV; 26 Juli 2013

Minggu, 28 Juli 2013

PETUALANGAN BARAT TELAH SELESAI DI SURIAH


Koran berpengaruh Inggris, The Telegraph hari Selasa lalu (23/7) membuat laporan tentang berbondong-bondongnya pemberontak Syria meletakkan senjata untuk menerima tawaran amnesti yang ditawarkan pemerintah.

“Growing number of rebels are signing up to a negotiated amnesty offered by the Assad regime,” demikian tulis The Telegraph dalam laporan tersebut.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa "para pemberontak telah tertipu oleh pemberontakan" dan "kelelahan setelah lebih dari 2 tahun konflik". Lebih jauh laporan tersebut bahkan menyebutkan bahwa "para pemberontak merasa telah kalah perang".

Laporan seperti ini oleh satu media besar barat tentu tidak akan pernah terjadi satu atau dua bulan lalu ketika "harapan" untuk memenangkan pemberontakan masih ada. Tidak ada yang lain, kecuali barat memang telah merasa kalah dalam konflik yang didukungnya di Syria.

Memang demikian adanya. Pers barat, yang pada awal konflik Syria menggambarkan para pemberontak sebagai "pejuang demokrasi" atau "singa tauhid", secara menyolok mengubah pandangannya dengan menggambarkan mereka sebagai "teroris fanatik yang saling membunuh". Hal ini hanya satu tanda bahwa Amerika telah meninggalkan ide untuk menggulingkan Bashar al Assad dan tengah bersiap-siap memasuki perundingan Genewa II.

Padahal pada tgl 13 Juni lalu jubir National Security Council Amerika menyatakan bahwa regim Syria telah melanggar garis merah dengan menggunakan senjata kimia, sebagaiman tuduhan Perancis dan Inggris sebelumnya. Saat itu para analis telah memastikan bahwa perang akan semakin membesar dengan melibatkan Amerika dan NATO. Apalagi kemudian Amerika mengerahkan pasukan di perbatasan Yordania dan pangkalan komando pun diaktifkan di Izmir (Turki).

Sebulan kemudian media-media massa barat gencar memberitakan bahwa gerombolan pemberontak di Syria ternyata didominasi oleh para teroris yang dibenci oleh mayoritas rakyat Syria. Sementara di medan peperangan para pemberontak dari kelompok Free Syrian Army terlibat pertempuran sengit melawan Al-Nusra Front.

Selain itu, setelah Amerika "menurunkan" ancaman dari intervensi langsung menjadi pemberian senjata ke pemberontak (setelah para jendral Amerika yang realistis menolak), implementasi-nya pun tidak seperti yang diharapkan para pemberontak. Mereka dijanjikan dengan senjata anti-tank, namun ternyata hanya menerima mortar 120 mili. Mereka juga dijanjikan pesawat, namun ternyata hanya menerima Kalashnikov. Senjata-senjata itu memang datang dalam jumlah besar, namun tidak berguna menghadapi senjata berat regim Syria melainkan untuk para pemberontak saling membunuh hingga tidak ada lagi yang tersisa di antara mereka.

Dan inilah yang sebenarnya terjadi sebelum munculnya berita-berita tentang peletakan senjata besar-besaran para pemberontak: Direktur CIA John Brennan dan wapres Joe Biden, melakukan kesepakatan rahasia untuk tidak mengirim senjata mematikan ke pemberontak Syria. Sementara di London dan Paris, para pejabat dan politisi ramai-ramai menurunkan tensinya terhadap semangat memperkuat pemberontak.

Tanpa sungkan-sungkan menlu Perancis Laurent Fabius yang pada akhir tahun lalu memprotes Amerika karena memasukkan kelompok Al Nusra dalam daftar teroris dengan alasan "mereka berguna di lapangan", menuntut PBB untuk memasukkan kelompok yang sama dalam daftar teroris. Dan Manuel Valls, mendagri Perancis kepada televisi France 2 mengatakan dengan tegas bahwa warga Perancis yang turut bertempur di Syria di pihak pemberontak, akan dijerat hukum saat mereka kembali.

Dan pelan namun pasti perhatian internasional pun kini tertuju pada konperensi Geneva II yang sempat ditinggalkan Amerika dan kawan-kawan. Hambatan utamanya adalah National Coalition, kelompok payung pemberontak yang didukung Qatar, serta penolakan Perancis dan Inggris atas keterlibatan Saudi Arabia dan Iran dalam komperensi itu.

Bulan Agustus nanti Iran telah memiliki presiden baru yang lebih moderat dan diterima barat. Sementara Amerika telah mendepak Qatar, negara kecil namun kaya dan ambisius yang menjadi penyandang dana gerakan Ikhwanul Muslimin di Timur Tengah, dari panggung permainan dan menyerahkannya kepada Saudi Arabia. Sejak Qatar "muncul" ke arena politik internasional, Saudi memang memandangnya sebagai saingan. Faktor ini juga yang mungkin menjadi pendorong Amerika mengkudeta Emir Qatar dan menggantinya dengan penguasa baru yang "tahu diri" di hadapan Saudi.

Dalam konperensi Geneva II ini diperkirakan Amerika dan Rusia akan saling "berbagi" pengaruh di kawasan Timur Tengah menjadi 2: negara-negara di bawah pengaruh Saudi Arabia (termasuk Mesir yang presidennya yang berasal dari Ikhwanul Muslimin, dikudeta) dan negara-negara di bawah pengaruh Iran.

Setelah mendepak Emir Qatar dan meninggalkan pemberontak Syria, Amerika juga bakal meninggalkan Perancis, negara yang selama ini menjadi pemain penting di kawasan Timur Tengah terutama Syria dan Lebanon. Inilah harga yang harus dibayar dalam hukum imperalisme.



REF:
"Soon, no more obstacles to the new Sykes-Picot"; Thierry Meyssan; VOLTAIRE.NET; 25 JULI 2013
“Disillusioned” Opposition Militants in Syria Asking Gov’t Amnesty: Report"; ALMANAR.COM.LB; 24 JULI 2013

ATZMON DAN "TERORIS" HIZBOLLAH



Setelah berkali-kali mengalami kegagalan, termasuk akibat penentangan militer Perancis yang khawatir dengan keamanan kepentingan Perancis di Lebanon, akhirnya Amerika berhasil menekan Uni Eropa untuk memasukkan Hizbollah sebagai organisasi "teroris". Mengabaikan fakta bahwa Hizbollah adalah organisasi politik yang tergabung dalam pemerintahan resmi Lebanon serta fakta bahwa dasar tuduhan yang digunakan, yaitu serangan bom di Bulgaria beberapa waktu lalu oleh pemerintah Bulgaria dianggap tidak ada kaitannya dengan Hizbollah.

Hal ini kontan membuat Gilad Atzmon, seorang pejuang anti-zionisme dan pembela hak-hak Palestina, geram. Kegeramannya tersebut dituangkannya dalam tulisan di blognya, gilad.co.uk dengan judul "Tzipi and the Guardian"

"Tukang intervensi Eni Eropa, yang bersama Amerika telah melakukan tindakan-tindakan teror di seluruh bagian dunia yang kaya dengan minyak dan mineral, kemarin memutuskan bahwa gerakan "Perlawanan" Lebanon yang berjuang menentang pendudukan, sebagai gerakana teror dengan menetapkan gerakan Shiah (Hizbollah) sebagai organisasi teror. Betapa menyedihkan!" demikian tulis Gilad Atzmon.

Tidak hanya itu, Gilad juga mengkritik The Guardian, salah satu media terkemuka Inggris, yang dianggap telah bertindak tidak fair dengan memberi kesempatan Tzipi Livni (mantan menlu Israel) mengkampanyekan program-program jahat Israel, khususnya terkait dengan keputusan Uni Eropa tersebut di atas:

"The Guardian, yang dahulu dianggap sebagai media yang terhormat, cukup berani untuk menangkap isu ini, namun alih-alih menampilkan sesuatu yang humanis dan intelek serta kritis, mereka berpura-pura menampilkan "impartial position". Kemarin mereka mempublikasikan debat antara penjahat perang Tzipi Livni dengan Sami Ramadani."

Gilad mengkritik pemberian tempat bagi Tzipi Livni (menlu Israel saat menyerang Gaza pada akhir tahun 2008 hingga awal 2009) dalam debat tersebut. Alasannya Israel bukan anggota Uni Eropa, selain pihak yang melakukan tekanan untuk memasukkan Hizbollah sebagai kelompok teroris. Gilad bahkan menuduh The Guardian sebagai "penjaga Israel".

Meski demikian Gilad juga "bersyukur" karena dalam acara debat yang digelar "The Guardian" tersebut Livni telah membongkar "isi otak" zionisme.

"Livni bersikukuh, sebagai contoh, bahwa Hizbollah telah melakukan aksi teror terhadap penduduk sipil tak berdosa. Namun faktanya adalah Israel dan pemerintahan dimana Livni menjadi anggotanya, adalah mereka yang dengan jelas menjadi pelaku teror pada Perang Lebanon II dan dalam operasi militer "Cast Lead".

"Livni juga menyinggung tentang demokrasi dan nilai-nilainya. Sejarah telah mengajarkan kita betapa pentingnya untuk menentukan batasan-batasan dan kondisi bagi partisipasi demokrasi. Namun kenyataannya adalah Israel telah memenjarakan jutaan penduduk Palestina dan menjauhkan mereka dari hak-hak dasarnya."

"Namun Livni benar ketika ia menyimpulkan bahwa "pembedaan yang tegas antara partai politik yang sah dengan organisasi teroris sangat penting bagi keselamatan kebebasan, demokrasi dan moderasi. Berdasar hal itu Israel-lah yang harusnya ditetapkan sebagai aparat teroris selamanya. Israel telah menteror seluruh kawasan dan terus-menerus mengancam perdamaian dunia," tulisa Gilad.



REF:
"Tzipi and the Guardian"; Gilad Atzmon; gilad.co.uk; 23 Juli 2013

PILIHAN RASIONAL YAHUDI ISRAEL: KEMBALI KE KHAZARIA ATAU HIDUP DAMAI


Oleh Adi Cahyono

Dalam kitab Sahifah, Imam Zain al Abidin as-Sajjad (cicit Rosulullah, kesejahteraan untuknya) menyebutkan orang-orang Khazar sebagai musuh Islam di perbatasan. Kini bukti-bukti telah menunjukkan bahwa orang-orang yahudi Eropa, yang merupakan "ibu kandung" negara Israel, berasal dari Khazaria, satu wilayah yang terletak di sekitar Georgia di utara Laut Kaspia yang penduduknya memiliki darah campuran antara etnis Turki dan Mongolia.

Menurut Dr. Eran Elhaik, ahli genetika penduduk pada School of Public Health of Johns Hopkins University, "genome" dari orang-orang yahudi Eropa berasal dari Khazar. Pada sekitar tahun 740 masehi, raja Khazaria yang bernama Bulan berpindah keyakinan menjadi pemeluk agama yahudi dan sejak itu seluruh rakyat Khazaria menjadi penganut yahudi.

Dr. Elhaik menulis: “Pada akhir kekuasaan kerajaan (abad 13) sebagian besar penduduk yahudi-Khazaria berpindah ke Eropa Timur dan Tengah dan berasimilasi dengan penduduk asli."

Orang-orang yahudi Khazaria inilah yang kemudian dikenal sebagai yahudi ashkenazi, sebagai pembeda dengan beberapa sub-etnis yahudi lainnya seperti sephardin yang berasal dari Spanyol dan Eropa barat, marrano dari Italia, atau mizrahi yang berasal dari Arab, dan maghrebi yang berasal dari Afrika Utara. Selain itu masih ada sub-etnis yahudi lainnya yang berasal dari Ethiopia dan berkulit hitam yang disebut falasha.

Antara orang-orang yahudi ashknazi dan sephardin pernah terjadi persaingan sengit memperebutkan pengaruh dunia hingga memicu terjadinya berbagai peristiwa besar seperti Perang Krim, Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Yahudi sephardin merupakan campuran antara orang-orang yahudi dengan bangsawan Eropa Barat yang memiliki pengaruh kuat terutama di Inggris dan Perancis, sementara yahudi ashkenazi berpengaruh di Jerman. Untuk selengkapnya silakan baca di sini.

Sebagian besar warga Israel merupakan yahudi askhenazi berdarah khazaria, yang secara genetis dan historis telah menyimpang jauh dari yahudi asli keturunan Ibrahim. Menurut sebuah penelitian seorang ahli gineolog Israel, warga Palestina justru lebih dekat secara genetis dengan yahudi asli keturunan Ibrahim. Ada kemungkinan mereka adalah penduduk asli yahudi yang tidak melakukan diaspora paska penghancuran Kuil Solomon dan kota Jerussalem oleh pasukan Romawi tahun 70 masehi. Setelah pasukan Islam menduduki Palestina semasa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, mereka pun masuk Islam beramai-ramai setelah melihat bahwa Islam dan Nabi Muhammad S.A.W adalah agama dan nabi penutup jaman yang sesuai dengan nubuwat dalam kitab Perjanjian Lama.

Sebagian besar orang Israel menganggap warga muslim tidak tidak menginginkan  hidup damai dengan orang-orang yahudi. Anggapan ini keliru besar. Orang-orang Arab dan Palestina telah ratusan tahun menjalin hubungan erat dengan orang-orang yahudi. Namun mereka menganggap jika harus ada negara bagi orang-orang yahudi, tempatnya bukan di Palestina.

Warga Palestina siap hidup damai dengan orang-orang yahudi di Palestina sepanjang mereka memiliki hak-hak yang sama termasuk hak memilih yang saat ini tidak terdapat di Israel.

Semua orang berbicara tentang "solusi dua negara" untuk Palestina, namun "solusi satu negara" mungkin lebih baik dimana semua warga negara, baik Muslim, Kristen ataupun yahudi, memiliki hak-hak yang sama dalam semua bidang. Selain itu semua warga Palestina yang hidup dalam pengasingan ataupun di kamp-kamp pengungsi harus diberikan hak untuk kembali ke tanah airnya. Namun orang-orang yahudi tidak menginginkan hal itu, karena dalam negara baru tersebut mereka bakal menjadi minoritas.

Saat ini ada sekitar 2,6 juta warga Palestina di Tepi Barat, 1,7 juta di Gaza dan 1,6 juta warga yang tinggal di al-Quds Timur (Jerusalem) serta di wilayah-wilayah Palestina yang diduduki Israel sebelum tahun 1967. Secara keseluruhan terdapat 5,9 juta warga Palestina di wilayah Palestina (di dalamnya termasuk Israel dan wilayah yang didudukinya seperti Golan Syria dan Sheba Lebanon). Di wilayah yang sama terdapat 6.054.700 juta warga yahudi Israel (sensus terakhir). Selain itu terdapat juga 318.200 penduduk non-Palestina dan non-Israel.

Jadi di seluruh wilayah Palestina termasuk Israel dan wilayah pendudukannya, terdapat 12,3 juta penduduk dengan prosentase 49,09% yahudi, 48,33% Palestina dan 2,58% selain yahudi dan Palestina. Menurut perkiraan berdasarkan tingkat pertumbuhan beberapa tahun terakhir, pada akhir tahun 2014 mendatang jumlah penduduk Palestina akan melampaui penduduk yahudi.

Namun jika para pengungsi Palestina kembali, jumlah penduduknya menjadi 18.135.000 dengan komposisi 64,86% Palestina, 33,39% yahudi dan 1,75% non-Palestina dan non-yahudi. Dengan sistem pemilihan yang proporsional, jumlah tersebut akan terwakili dalam komposisi parlemen dan pemerintahan.

Namun orang-orang yahudi tidak perlu khawatir jika harus hidup di bawah pemerintahan Palestina. Mereka sudah pernah hidup berdampingan dengan damai selama berabad-abad. Islam sebagai "agama sejahtera" (berasal dari kata salam) menjamin hak-hak hidup orang yahudi yang disebut sebagai "kaum pemilik kitab suci".

Antara tahun 1490, 1492 dan 1506, dalam berbagai kesempatan Sultan Bayezid II dari kesultanan Turki Ottoman mengirimkan armada di bawah komando Kemal Reis ke  Andalusia di Spanyol untuk menyelamatkan orang-orang yahudi sephardic dari inkuisisi Spanyol dan memindahkan mereka ke wilayah Ottoman.

Dalam "Dekrit Alhambra" yang diterbitkan tgl 31 Maret oleh Ratu Isabella I dari Castilia dan Raja Ferdinand II dari Aragon terdapat perintah pengusiran terhadap orang-orang yahudi dari Spanyol sejak tgl 31 Juli 1492. Sebagai jawaban atas hal itu Sultan Bayezid II mengeluarkan perintah untuk menerima orang-orang yahudi Spanyol sebagai warga kesultanan.

(Bersambung)


REF:
"Live in peace or go back to Khazaria"; Hamid Golpira; Press TV; 19 Juli 2013

MENGAPA MURSI LAYAK DIKUDETA?


Oleh Cahyono Adi

Bagi kebanyakan orang yang memandang "demokrasi" sebagai konsep ideal, peristiwa kudeta yang dialami presiden Mesir Mohammad Moersi merupakan satu kesalahan fatal yang tidak bisa diterima. Namun kebanyakan idealisme hanya ada di angan-angan dan realitas sangat jauh berbeda darinya. Maka pandangan yang paling aman menurut saya (blogger) adalah bersikap realistis tanpa meninggwaxalkan sama sekali nilai-nilai ideal.

Dan marilah kita bersikap realistis. Bagi pendukung Moersi yang berasal dari kalangan Islam, meski konon Moersi adalah seorang penghafal Qur'an tidak ada jaminan baginya untuk tidak berbuat salah. Sheikh al Assir, ulama salafi-wahabi Lebanon terkenal yang kini buron karena melakukan makar, juga seorang penghafal Quran. Namun akhlaknya tidak berbeda jauh dengan preman jalanan dengan memukuli orang yang tak berdaya dengan popor senjata di muka umum (videonya beredar luas di youtube). Seorang ulama Saudi terkenal yang dipenjara karena menyiksa, memperkosa dan membunuh putri ciliknya, tentunya juga seorang panghafal Qur'an.

Apa yang dilakukan Moersi dan juga kelompok Ikhwanul Muslimin-nya di Mesir tidak ada hubungannya dengan Islam. Karena kalau mereka benar-benar Islam tentu akan mengikuti langkah pendahulu mereka Hasan al Banna yang mengirimkan pasukan mujahidin untuk membebaskan Palestina. Alih-alih Moersi justru mempertahankan hubungan diplomatik dengan Israel dan menutup pintu perbatasan dengan Gaza demi memenuhi perintah Israel dan Amerika yang memblokade Gaza. Juga kalau Moersi benar-benar memperjuangkan Islam, ia tidak akan "mengemis" IMF untuk memberikan pinjaman berbunga yang dilarang Islam.

Secara sekilas Moersi memang seorang pemimpin yang dipilih rakyat secara demokratis, namun fakta sebenarnya tidak seperti itu. Moersi hanya mendapat dukungan kurang dari 12 juta pemilih (17%) dari 70 juta penduduk Mesir yang berhak memilih. Dengan suara minim itu Moersi tampil sebagai pemenang karena 65% pemilih memilih tidak menggunakan haknya. Maka ketika pada tgl 30 Juni Gerakan Tamarod berhasil menggalang 22 juta tandatangan menentang pemerintahan Moersi, militer merasa berhak untuk mengkudeta Moersi dengan mengatasnamakan rakyat.

Dengan suara yang sebenarnya minim itu dan di tengah negara yang masih awam dalam demokrasi, semestinya Moersi "tahu diri" bahwa ia adalah presiden dari seluruh rakyat Mesir dan bukan presiden bagi kelompok Ikhwanul Musliminnya. Namun yang dilakukannya jauh dari hal itu. Dengan sangat agresif Moersi berusaha menjadikan Mesir sebagai negara Ikhwanul Muslimin. Ia melancarkan privatisasi di segala lini, termasuk hendak menjual Terusan Suez kepada perusahaan Qatar yang merupakan pendukung utama gerakan Ikhwanul Muslimin. Padahal dahulu Presiden Gamal Abdul Nasser mengangkat senjata ketika Inggris dan Perancis bermaksud menganeksasi terusan itu. Moersi mangangkat seorang mantan teroris yang bertanggungjawab terhadap aksi terorisme yang meneweaskan 60 turis asing di tahun 1997 sebagai gubernur Luxor yang merupakan kawasan wisata internasional. Moersi bahkan berusaha meng-Ikhwanul Muslimin-kan Universitas al Azhar.

Moersi bahkan tidak pernah berusaha berkompromi dengan militer, yang secara de facto merupakan kekuatan politik utama di Mesir. Bahkan Mesir mungkin adalah negara paling militeris di dunia karena sepanjang sejarahnya dipimpin oleh para jendral, dari masa Fir'aun hingga Mubarrak. Sebaliknya Moersi secara kasat mata telah menunjukkan kesetiannya pada negara-negara asing yang selama ini menjadi pendukungnya, yaitu Qatar (yang telah menggelontorkan dananya hingga 8 miliar dolar untuknya), Turki, serta blok Anglo-Saxons (Amerika, Inggris dan Israel)

Lebih jauh Moersi dan Ikhwanul Musliminnya bahkan telah menciptakan lahan subur bagi keterpecah-belahan Mesir, yang oleh orang-orang yang memusuhi dianggap sebagai kebijakan anti-Mesir dan pro-zionis internasional. Misalnya saja pada tgl 15 Juni Moersi dan pendukung-pendukungnya secara terbuka menyatakan kelompok minoritas, baik Shiah maupun Kristen Koptik (keduanya menyumbang 15% populasi Mesir), sebagai "kafir". Pada saat itu Moersi, yang tidak memiliki otoritas atas militer, bahkan menyerukan militer untuk menyerang Syria.

Bagi sebagian besar rakyat Mesir, Syria dianggap sebagai "saudara". Kedua negara pernah tergabung dalam satu negara bernama United Arab Republic dari tahun 1958 hingga 1961. Kedua negara juga pernah saling bahu-membahu melawan agresi Israel, yang terkenal dalam Perang 6 Hari tahun 1967 dan Perang Yom Kippur tahun 1973.

Tidak heran jika militer langsung menolak "perintah" tersebut. Dalam pernyataan resminya sehari kemudian, panglima militer Jendral Abdel Fatah al-Sissi, mengatakan bahwa tugas militer adalah menjaga perbatasan, bukan menyerang negara lain. Hal itu sekaligus meneguhkan pandangan militer bahwa Moersi telah menjadi manusia yang paling membahayakan Mesir. Mereka pun langsung mendukung Gerakan Tamarod yang dalam beberapa hari berhasil menggalang dukungan 22 juta orang untuk menentang pemerintahan Moersi.

Militer dan oposisi Mesir melihat dengan jelas, Moersi telah menjatuhkan Mesir dalam plot zionis internasional untuk menjatuhkan presiden Bashar al Assad, terutama setelah PM Turki Tayyep Erdogan "menyerah" menjalankan peran tersebut setelah 2 tahun mengalami kegagalan serta akibat aksi-aksi demonstrasi rakyat Turki terhadapnya.

Dan bahkan dalam keadaan terdesak setelah ancaman kudeta militer pun Moersi dan para pejabat tertinggi Ikhwanul Muslimin Mesir menolak kompromi. Lebih jauh mereka juga menolak kompromi setelah berada dalam posisi terjepit, setelah militer menurunkan Moersi dan menahannya di tempat yang tidak diketahui. Dengan gegabah mereka memerintahkan pendukung-pendukungnya untuk membebaskan Moersi dari tahanan militer, meski harus berhadapan denngan senjata mesin dan tank-tank. Maka puluhan anggota Ikhwanul Muslimin pun harus "mati konyol".

Tidak heran jika 33 juta orang turun ke jalanan merayakan kejatuhan Moersi. Dan militer mendapat dukungan tidak saja dari Gerakan Tamarod, namun juga Al Azhar dan Gereja Koptik.
Allah