judul blog
Gudang Data Notes dan SS Facebookers Syiah Berikut Beberapa Tulisan Penting Seputar Syiah
Minggu, 28 Juli 2013
PETUALANGAN BARAT TELAH SELESAI DI SURIAH
Koran berpengaruh Inggris, The Telegraph hari Selasa lalu (23/7) membuat laporan tentang berbondong-bondongnya pemberontak Syria meletakkan senjata untuk menerima tawaran amnesti yang ditawarkan pemerintah.
“Growing number of rebels are signing up to a negotiated amnesty offered by the Assad regime,” demikian tulis The Telegraph dalam laporan tersebut.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa "para pemberontak telah tertipu oleh pemberontakan" dan "kelelahan setelah lebih dari 2 tahun konflik". Lebih jauh laporan tersebut bahkan menyebutkan bahwa "para pemberontak merasa telah kalah perang".
Laporan seperti ini oleh satu media besar barat tentu tidak akan pernah terjadi satu atau dua bulan lalu ketika "harapan" untuk memenangkan pemberontakan masih ada. Tidak ada yang lain, kecuali barat memang telah merasa kalah dalam konflik yang didukungnya di Syria.
Memang demikian adanya. Pers barat, yang pada awal konflik Syria menggambarkan para pemberontak sebagai "pejuang demokrasi" atau "singa tauhid", secara menyolok mengubah pandangannya dengan menggambarkan mereka sebagai "teroris fanatik yang saling membunuh". Hal ini hanya satu tanda bahwa Amerika telah meninggalkan ide untuk menggulingkan Bashar al Assad dan tengah bersiap-siap memasuki perundingan Genewa II.
Padahal pada tgl 13 Juni lalu jubir National Security Council Amerika menyatakan bahwa regim Syria telah melanggar garis merah dengan menggunakan senjata kimia, sebagaiman tuduhan Perancis dan Inggris sebelumnya. Saat itu para analis telah memastikan bahwa perang akan semakin membesar dengan melibatkan Amerika dan NATO. Apalagi kemudian Amerika mengerahkan pasukan di perbatasan Yordania dan pangkalan komando pun diaktifkan di Izmir (Turki).
Sebulan kemudian media-media massa barat gencar memberitakan bahwa gerombolan pemberontak di Syria ternyata didominasi oleh para teroris yang dibenci oleh mayoritas rakyat Syria. Sementara di medan peperangan para pemberontak dari kelompok Free Syrian Army terlibat pertempuran sengit melawan Al-Nusra Front.
Selain itu, setelah Amerika "menurunkan" ancaman dari intervensi langsung menjadi pemberian senjata ke pemberontak (setelah para jendral Amerika yang realistis menolak), implementasi-nya pun tidak seperti yang diharapkan para pemberontak. Mereka dijanjikan dengan senjata anti-tank, namun ternyata hanya menerima mortar 120 mili. Mereka juga dijanjikan pesawat, namun ternyata hanya menerima Kalashnikov. Senjata-senjata itu memang datang dalam jumlah besar, namun tidak berguna menghadapi senjata berat regim Syria melainkan untuk para pemberontak saling membunuh hingga tidak ada lagi yang tersisa di antara mereka.
Dan inilah yang sebenarnya terjadi sebelum munculnya berita-berita tentang peletakan senjata besar-besaran para pemberontak: Direktur CIA John Brennan dan wapres Joe Biden, melakukan kesepakatan rahasia untuk tidak mengirim senjata mematikan ke pemberontak Syria. Sementara di London dan Paris, para pejabat dan politisi ramai-ramai menurunkan tensinya terhadap semangat memperkuat pemberontak.
Tanpa sungkan-sungkan menlu Perancis Laurent Fabius yang pada akhir tahun lalu memprotes Amerika karena memasukkan kelompok Al Nusra dalam daftar teroris dengan alasan "mereka berguna di lapangan", menuntut PBB untuk memasukkan kelompok yang sama dalam daftar teroris. Dan Manuel Valls, mendagri Perancis kepada televisi France 2 mengatakan dengan tegas bahwa warga Perancis yang turut bertempur di Syria di pihak pemberontak, akan dijerat hukum saat mereka kembali.
Dan pelan namun pasti perhatian internasional pun kini tertuju pada konperensi Geneva II yang sempat ditinggalkan Amerika dan kawan-kawan. Hambatan utamanya adalah National Coalition, kelompok payung pemberontak yang didukung Qatar, serta penolakan Perancis dan Inggris atas keterlibatan Saudi Arabia dan Iran dalam komperensi itu.
Bulan Agustus nanti Iran telah memiliki presiden baru yang lebih moderat dan diterima barat. Sementara Amerika telah mendepak Qatar, negara kecil namun kaya dan ambisius yang menjadi penyandang dana gerakan Ikhwanul Muslimin di Timur Tengah, dari panggung permainan dan menyerahkannya kepada Saudi Arabia. Sejak Qatar "muncul" ke arena politik internasional, Saudi memang memandangnya sebagai saingan. Faktor ini juga yang mungkin menjadi pendorong Amerika mengkudeta Emir Qatar dan menggantinya dengan penguasa baru yang "tahu diri" di hadapan Saudi.
Dalam konperensi Geneva II ini diperkirakan Amerika dan Rusia akan saling "berbagi" pengaruh di kawasan Timur Tengah menjadi 2: negara-negara di bawah pengaruh Saudi Arabia (termasuk Mesir yang presidennya yang berasal dari Ikhwanul Muslimin, dikudeta) dan negara-negara di bawah pengaruh Iran.
Setelah mendepak Emir Qatar dan meninggalkan pemberontak Syria, Amerika juga bakal meninggalkan Perancis, negara yang selama ini menjadi pemain penting di kawasan Timur Tengah terutama Syria dan Lebanon. Inilah harga yang harus dibayar dalam hukum imperalisme.
REF:
"Soon, no more obstacles to the new Sykes-Picot"; Thierry Meyssan; VOLTAIRE.NET; 25 JULI 2013
“Disillusioned” Opposition Militants in Syria Asking Gov’t Amnesty: Report"; ALMANAR.COM.LB; 24 JULI 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Fatwa MUI thn 1984 Tentang Aliran Sesat Syiah
BalasHapusBismillahirrahmaanirrahiim
Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 M merekomendasikan tentang faham Syi’ ah sebagai berikut:
Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jamm’ah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia.
Perbedaan itu di antaranya :
1. Syi’ah menolak hadis yang tidak diriwayatkan oleh Ahlu Bait,sedangkan Ahlu Sunnah wal Jama’ah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu mustalah hadis.
2. Syi’ah memandang “Imam” itu ma ‘sum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).
3. Syi’ah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”.
4. Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama,sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi da’wah dan kepentingan umat.
5. Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar as-Siddiq, Umar Ibnul Khatab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib)
Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (pemerintahan)”, Majelis Ulama Indonesia menghimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah
Ditetapkan : Jakarta, 7 Maret 1984 M
4 Jumadil Akhir 1404 H
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua
ttd
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML
Sekretaris
ttd
H. Musytari Yusuf, LA
mana kata2 "sesat" pada fatwa MUI diatas....? ngelindur mas...???
BalasHapus