judul blog

Gudang Data Notes dan SS Facebookers Syiah Berikut Beberapa Tulisan Penting Seputar Syiah

Selasa, 26 Juni 2018

FIQIH AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR (BAGIAN KEDUA)

Tahapan Amar Ma'ruf Nahi Munkar

1. Dengan Hati

a. Maksudnya adalah dengan
menampakkan kerelaan terhadap perbuatan Maruf atau ketidakrelaan terhadap perbuatan Munkar.

Sehingga dengan cara ini pelanggar
yang meninggalkan makruf dan melakukan munkar akan terdorong untuk melakukan makruf dan meninggalkan munkar.

b. Amar dan nahi dengan hati (menampakan kerelaan dan kebencian) memiliki beberapa tahapan yang berbeda,
sehingga selama tujuan yang diinginkan bisa diperoleh melalui tahapan yang pertama dan terendah , tidak boleh untuk menggunakan tahapan yang lebih tinggi.

Tahapan-tahapan ini terkelompokkan
berdasarkan kuat, dan lemahnya. Di
antaranya: senyuman, tatapan tajam, memberikan isyarat dengan tangan atau kepala, tidak menjawab
salam, menghindarkan pandangan, memotong pembicaraan, meninggalkan pergaulan dengannya dan lain sebagainya.

2. Dengan Lisan

a. Yang dimaksud dengan amar dan nahi secara lisan adalah mukallaf harus menampakan kerelaan terhadap yang ma'ruf atau ketidak relaan terhadap yang Munkar secara verbal agar
pihak yang dihadapinya meninggalkan perbuatan munkarnya dan melakukan perbuatan makruf.

b. Amar dan nahi secara lisan memiliki beberapa tahapan pula dimana selama maksud yang diinginkannya bisa dicapai dengan tahap terendah misalanya dengan suara yang paling lembut maka tidak boleh mengeluarkan suara keras.

Tahapan-tahapan itu bisa dilakukan dengan cara membimbing, mengingatkan, menasehati, menghitung kebaikan dan keburukan atau keuntungan dan kerugian, diskusi, memaparkan argumen, berbicara dengan tegas sampai berbicara
dengan nada mengancam dan sebagainya.

3. Dengan kekuatan atau kekuasaan

a. Dan inilah tahapan terakhir dari amar makruf-nahi munkar, yaitu melakukan amar dan nahi dengan menggunakan tangan (kiasan dari penggunaan kekuatan, kekerasan dan paksaan).

Dan yang dimaksud di sini adalah bahwa mukallaf harus menggunakan kekuatan, kekerasan dan paksaannya agar si pelanggar meninggalkan keminkarannya dan melakukan yang maruf.
Sebagaimana pada tahapan sebelumnya, amar dan nahi pada tahapan ini pun memiliki beberapa tahapan, dan selama derajat terendah dan
termudah masih bisa menampakkan hasilnya maka tidak boleh untuk melangkah pada tahap yang lebih tinggi.

Perhatian

a. Jika kasus ini terjadi di pemerintahan non Islam, maka pada saat persyaratan telah terpenuhi, wajib atas para mukallaf untuk melakukan amar makruf dan nahi Munkar namun tetap harus memperhatikan aturan yang ada dan memelihara ketertiban agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dan tidak  berimbas pada citra negatif kepada Islam dan kaum muslimin.

b. Jika salah satu dari kerabat berulangkali melakukan perbuatan maksiat dan dia tidak memperdulikan
perbuatannya tersebut, maka sudah menjadi sebuah kewajiban untuk menampakkan sikap kecewa dan
benci terhadap perbuatannya dan wajib
mengingatkannya dengan segala cara yang bersahabat, bermanfaat dan berpengaruh, namun tidak ada kebolehan untuk memutuskan silaturahmi
dengannya. Memang, jika terdapat asumsi bahwa dengan memutuskan hubungan dengannya untuk sementara waktu mampu mendorongnya untuk
menghindar dari perbuatan maksiat maka hal ini wajib dilakukan sebagai tindakan amar makruf dan nahi munkar.

Rabu, 20 Juni 2018

FIQIH AMAR MARUF NAHI MUNKAR (BAGIAN PERTAMA)

Syarat-syarat amar makruf - nahi munkar.

yaitu:

1. Orang yang melakukan amar makruf - nahi munkar harus mempunyai pengetahuan tentang apa itu ma'uf dan apa itu munkar.

Tidak boleh kita melakukannya, karena bisa jadi dengan kejahilan dan kebodohannya dia malah akan memberikan perintah untuk
berbuat munkar dan melarang perbuatan makruf.

Oleh karena itu, tidak ada kewajiban bahkan tidak ada kebolehan bagi kita untuk bernahi munkar kepada orang
yang tidak kita ketahui perbuatan yang dilakukannya adalah haram ataukah tidak.

(Seperti melarang orang yang makan di warung pada siang hari di bulan puasa, padahal kita tidak tahu apakah dia membatalkan puasa dengan sengaja atau dalam keadaan musafir)

2. Harus ada keyakinan bahwa amar makruf nahi munkar yang kita lakukan   akan berpengaruh kepada orang yang menjadi obyek amar Maruf nahi Munkar yang kita lakukan meskipun pada masa mendatang.

Misalnya kita ketemu dengan seorang wanita muslimah yang tidak mengenakan hijab, dan kita tahu bahwa wanita itu memang tidak akan pernah mau mengenakan hijab. Maka tidak ada kewajiban bagi kita untuk beramal Maruf nahi Munkar kepada wanita tersebut, karena hal itu tidak akan pernah berpengaruh kepadanya.

3. Orang yang dituju
mempunyai minat melakukan dosa secara berkesinambungan.

Jika diketahui dengan jelas bahwa
pelanggar bisa meninggalkan kesalahannya tanpa amar dan
nahi, yaitu dia akan berbuat makruf dan meninggalkan munkar dengan sendirinya, maka tidak ada kewajiban bagi kita untuk beramar Maruf dan nahi Munkar kepadanya.

4. Tidak ada keburukan pada tindakan yang dilakukannya.

Dengan demikian apabila
amar makruf nahi munkar akan menyebabkan keburukan bagi pelaku amar dan nahi atau membawa dampak buruk bagi para Muslim lainnya seperti akan membahayakan jiwa, kehormatan diri atau harta, maka di sini, amar makruf - nahi munkar tidak lagi menjadi wajib.

Misalnya, seorang yang ingin menyebarkan madzhab Ahlulbait as kepada orang lain, namun jika hal itu dapat berbahaya kepada pengikut Ahlulbait as misalnya maka tidak ada kewajiban baginya untuk menyebsrkan madzhab Ahlulbait as.

Oleh karena itu seorang muslim
berkewajiban untuk memperhatikan mana yang lebih penting, dia harus membandingkan antara keburukan
ketika melakukan amar dan nahi, dan keburukan ketika meninggalkannya, setelah itu baru mengamalkan yang lebih
penting.

Dan jika dia ragu apakah syarat-syarat Amar Maruf nahi Munkar sudah terpenuhi atau belum maka tidak ada kewajiban baginya untuk beramar Maruf nahi munkar. Dan untuk lebih berhati-hati lebih baik dikonsultasikan kepada seorang yang lebih memahami kondisi sosial di tempat tinggalnya.

Allah