judul blog

Gudang Data Notes dan SS Facebookers Syiah Berikut Beberapa Tulisan Penting Seputar Syiah

Minggu, 28 Juli 2013

MENGAPA MURSI LAYAK DIKUDETA?


Oleh Cahyono Adi

Bagi kebanyakan orang yang memandang "demokrasi" sebagai konsep ideal, peristiwa kudeta yang dialami presiden Mesir Mohammad Moersi merupakan satu kesalahan fatal yang tidak bisa diterima. Namun kebanyakan idealisme hanya ada di angan-angan dan realitas sangat jauh berbeda darinya. Maka pandangan yang paling aman menurut saya (blogger) adalah bersikap realistis tanpa meninggwaxalkan sama sekali nilai-nilai ideal.

Dan marilah kita bersikap realistis. Bagi pendukung Moersi yang berasal dari kalangan Islam, meski konon Moersi adalah seorang penghafal Qur'an tidak ada jaminan baginya untuk tidak berbuat salah. Sheikh al Assir, ulama salafi-wahabi Lebanon terkenal yang kini buron karena melakukan makar, juga seorang penghafal Quran. Namun akhlaknya tidak berbeda jauh dengan preman jalanan dengan memukuli orang yang tak berdaya dengan popor senjata di muka umum (videonya beredar luas di youtube). Seorang ulama Saudi terkenal yang dipenjara karena menyiksa, memperkosa dan membunuh putri ciliknya, tentunya juga seorang panghafal Qur'an.

Apa yang dilakukan Moersi dan juga kelompok Ikhwanul Muslimin-nya di Mesir tidak ada hubungannya dengan Islam. Karena kalau mereka benar-benar Islam tentu akan mengikuti langkah pendahulu mereka Hasan al Banna yang mengirimkan pasukan mujahidin untuk membebaskan Palestina. Alih-alih Moersi justru mempertahankan hubungan diplomatik dengan Israel dan menutup pintu perbatasan dengan Gaza demi memenuhi perintah Israel dan Amerika yang memblokade Gaza. Juga kalau Moersi benar-benar memperjuangkan Islam, ia tidak akan "mengemis" IMF untuk memberikan pinjaman berbunga yang dilarang Islam.

Secara sekilas Moersi memang seorang pemimpin yang dipilih rakyat secara demokratis, namun fakta sebenarnya tidak seperti itu. Moersi hanya mendapat dukungan kurang dari 12 juta pemilih (17%) dari 70 juta penduduk Mesir yang berhak memilih. Dengan suara minim itu Moersi tampil sebagai pemenang karena 65% pemilih memilih tidak menggunakan haknya. Maka ketika pada tgl 30 Juni Gerakan Tamarod berhasil menggalang 22 juta tandatangan menentang pemerintahan Moersi, militer merasa berhak untuk mengkudeta Moersi dengan mengatasnamakan rakyat.

Dengan suara yang sebenarnya minim itu dan di tengah negara yang masih awam dalam demokrasi, semestinya Moersi "tahu diri" bahwa ia adalah presiden dari seluruh rakyat Mesir dan bukan presiden bagi kelompok Ikhwanul Musliminnya. Namun yang dilakukannya jauh dari hal itu. Dengan sangat agresif Moersi berusaha menjadikan Mesir sebagai negara Ikhwanul Muslimin. Ia melancarkan privatisasi di segala lini, termasuk hendak menjual Terusan Suez kepada perusahaan Qatar yang merupakan pendukung utama gerakan Ikhwanul Muslimin. Padahal dahulu Presiden Gamal Abdul Nasser mengangkat senjata ketika Inggris dan Perancis bermaksud menganeksasi terusan itu. Moersi mangangkat seorang mantan teroris yang bertanggungjawab terhadap aksi terorisme yang meneweaskan 60 turis asing di tahun 1997 sebagai gubernur Luxor yang merupakan kawasan wisata internasional. Moersi bahkan berusaha meng-Ikhwanul Muslimin-kan Universitas al Azhar.

Moersi bahkan tidak pernah berusaha berkompromi dengan militer, yang secara de facto merupakan kekuatan politik utama di Mesir. Bahkan Mesir mungkin adalah negara paling militeris di dunia karena sepanjang sejarahnya dipimpin oleh para jendral, dari masa Fir'aun hingga Mubarrak. Sebaliknya Moersi secara kasat mata telah menunjukkan kesetiannya pada negara-negara asing yang selama ini menjadi pendukungnya, yaitu Qatar (yang telah menggelontorkan dananya hingga 8 miliar dolar untuknya), Turki, serta blok Anglo-Saxons (Amerika, Inggris dan Israel)

Lebih jauh Moersi dan Ikhwanul Musliminnya bahkan telah menciptakan lahan subur bagi keterpecah-belahan Mesir, yang oleh orang-orang yang memusuhi dianggap sebagai kebijakan anti-Mesir dan pro-zionis internasional. Misalnya saja pada tgl 15 Juni Moersi dan pendukung-pendukungnya secara terbuka menyatakan kelompok minoritas, baik Shiah maupun Kristen Koptik (keduanya menyumbang 15% populasi Mesir), sebagai "kafir". Pada saat itu Moersi, yang tidak memiliki otoritas atas militer, bahkan menyerukan militer untuk menyerang Syria.

Bagi sebagian besar rakyat Mesir, Syria dianggap sebagai "saudara". Kedua negara pernah tergabung dalam satu negara bernama United Arab Republic dari tahun 1958 hingga 1961. Kedua negara juga pernah saling bahu-membahu melawan agresi Israel, yang terkenal dalam Perang 6 Hari tahun 1967 dan Perang Yom Kippur tahun 1973.

Tidak heran jika militer langsung menolak "perintah" tersebut. Dalam pernyataan resminya sehari kemudian, panglima militer Jendral Abdel Fatah al-Sissi, mengatakan bahwa tugas militer adalah menjaga perbatasan, bukan menyerang negara lain. Hal itu sekaligus meneguhkan pandangan militer bahwa Moersi telah menjadi manusia yang paling membahayakan Mesir. Mereka pun langsung mendukung Gerakan Tamarod yang dalam beberapa hari berhasil menggalang dukungan 22 juta orang untuk menentang pemerintahan Moersi.

Militer dan oposisi Mesir melihat dengan jelas, Moersi telah menjatuhkan Mesir dalam plot zionis internasional untuk menjatuhkan presiden Bashar al Assad, terutama setelah PM Turki Tayyep Erdogan "menyerah" menjalankan peran tersebut setelah 2 tahun mengalami kegagalan serta akibat aksi-aksi demonstrasi rakyat Turki terhadapnya.

Dan bahkan dalam keadaan terdesak setelah ancaman kudeta militer pun Moersi dan para pejabat tertinggi Ikhwanul Muslimin Mesir menolak kompromi. Lebih jauh mereka juga menolak kompromi setelah berada dalam posisi terjepit, setelah militer menurunkan Moersi dan menahannya di tempat yang tidak diketahui. Dengan gegabah mereka memerintahkan pendukung-pendukungnya untuk membebaskan Moersi dari tahanan militer, meski harus berhadapan denngan senjata mesin dan tank-tank. Maka puluhan anggota Ikhwanul Muslimin pun harus "mati konyol".

Tidak heran jika 33 juta orang turun ke jalanan merayakan kejatuhan Moersi. Dan militer mendapat dukungan tidak saja dari Gerakan Tamarod, namun juga Al Azhar dan Gereja Koptik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Allah