judul blog
Gudang Data Notes dan SS Facebookers Syiah Berikut Beberapa Tulisan Penting Seputar Syiah
Sabtu, 20 April 2013
Dibalik Syahadah Imam Ali as: Persahabatan Tak Membuktikan Kesetiaan
Oleh: Yulian Rama
Persahabatan tidak membuktikan kesetiaan. Ada banyak dalil untuk pernyataan ini, baik pada tataran mafhum (konseptual), maupun pada tataran mishdaq (realitas). Pada tataran mafhum, banyak ide yang muncul untuk menjawabnya. Namunbiasanya mishdaq lebih diandalkan untuk membuktikan pernyataan di atas.
Malam ke-21 bulan Ramadhan adalah satu bentuk mishdaq yang menguatkan pernyataan tersebut. Di mana malam tersebut masyhur sebagai malam syahidnya Ali ibn Abi Thalib kwj oleh tebasan pedang Abdurrahman ibn Muljam. Mengapa malam ini menjadi mishdaq dari pernyataan tersebut?
Jawabnya adalah karena Ibnu Muljam dikenal sebagai sahabat Ali ibn Abi Thalib kwj yang kemudian menyimpang dan menjadi khawarij dan pada akhirnya membunuh Ali sendiri.
Az-Zirkuli menulis tentang Ibnu Muljam:
…فكان من القراء و أهل الفقه و العبادة. ثم شهد فتح مصر و سكنهافكان فيها فارس بني تدؤل. و كان من شيعة علي بن أبي طالب (رضي الله عنه) و شهد معه صفين. ثم خرج عليه…[i]
(Ia adalah qari’ dan ahli fikih dan ibadah. Ia ikut serta pada fathu mishr dan pendudukannya. Pada saat itu ia adalah ksatria dari Bani Tad`ul di Mesir. Dan ia juga adalah Syi’ah Ali ibn Abi Thalib ra dan ikut bersamanya di perang Shiffin. Kemudian ia keluar dari Ali [menjadi khawarij])
Tulisan di atas membuktikan bahwa Ibnu Muljam adalah anggota pasukan dua sahabat besar: Umar ibn Khaththab dan Ali ibn Abi Thalib kwj. Ia ikut berperang bersama pasukan Umar ibn Khaththab pada waktu menaklukan Mesir[ii].Ia juga ikut berperang bersama pasukan Ali ibn Abi Thalib di Shiffin, lalu kemudian menentang Ali dan ikut ke dalam kelompok Khawarij.
Sebab pembunuhan Ali ibn Abi Thalib kwj adalah sebagai berikut:
وكان سبب قتله أنّ عبدالرحمن بن ملجم المراديّ والبرك بن عبدالله التميميّ الصريميّ واسمه الحجّاج وعمروبن بكرالتميمي السعديّ،ثلاثتهم من الخوارج لحقوامن فلّهم بالحجاز،واجتمعوافتذاكروامافيه الناس وعابواالولاةوترحّمواعلى قتلى النهروان،وقالوا: مانصنع بالبقاءبعدهم فلوشريناأنفسناوقتلناأئمةالضلال وأرحنامنهم الناس،فقال ابن ملجم وكان من مصر: أناأكفيكم عليّا،وقالالبرك: أناأكفيكم معاوية،وقال عمروبن بكرالتميمي: أناأكفيكم عمروبن العاص.وتعاهدواأن لايرجع أحدعن صاحبه حتى يقتله أويموت.[iii]
(Sebab pembunuhannya adalah Abdurrahman ibn Muljam al Muradi, al Barak ibn Abdullah at-Tamimi ash-Sharimi (al Hajjaj), dan ‘Amru ibn Bakr at-Tamimi as-Sa’di. Mereka adalah anggota kelompok Khawarij yang setelah kekalahan Khawarij berpindah ke Hijaz. Mereka berkumpul membicarakan keadaan manusia sambil mencari-cari aib pemerintah dan mendoakan orang-orang yang terbunuh di Nahrawan. Mereka berkata: Apa yang akan kita lakukan sepeninggal mereka? Bagaimana kalau kita membunuh para pemimpin sesat itu dan menyelamatkan manusia dari mereka? Ibnu Muljam (yang datang dari Mesir) berkata: “Aku akan menyelesaikan Ali.” Al Barak berkata: “Muawiyah biar aku.” Amru ibn Bakr at-Tamimi berkata: “Biar aku yang ,mengurusi Amru ibn Ash.” Mereka kemudian mengikat perjanjian untuk tidak mundur dari rencana tersebut kecuali setelah berhasil membunuh atau terbunuh.)
Dapat dikatakan bahwa sebab Ibnu Muljam kehilangan kesetiaannya kepada Ali ibn Abi Thalib kwj adalah kebodohan dan mengikuti kehendak nafsu. Orang-orang Khawarij keluar dari pasukan Ali karena mereka menghukumi masalah dengan kehendak akal mereka sendiri, dan mengesampingkan imam ma’shum. Dan pada akhirnya dengan alasan balas dendam, Ibnu Muljam melakukan pembunuhan tersebut. Ketika memutuskan untuk keluar dari barisan Ali, Ibnu Muljam mengikuti kebodohannya. Dan kemudian setelah Perang Nahrawan, ia tergelincir oleh hawa nafsunya untuk membalas dendam kematian teman-temannya.
Hal yang unik terjadi pada saat Ibnu Muljam hendak melaksanakan rencananya. Ibnu Atsir menulis:
…فقدم عبدالرحمن بن ملجم الكوفة،فلقى أصحابه من الخوارج،فكاتمه ممايريد. وكان يزورهم ويزرونه،فزاريومانفرامن بنى تيم الرباب،فرأىامرأةمن هميقاللها: قطام بنت شجنةبن عدي بن عامربن عوف بن ثعلبةبن سعدبن ذهل بن تيمالرباب،وكان على قتل أباهاوأخاهابالنهروان،فأعجبته فخطبها،فقالت: لاأتزوّجك حتى تشتفى لي. فقال: لاتسألينى شيئاإلاأعطيتك. فقالت: ثلاثةآلاف،وقتل على بنأبى طالب. فقال. والله ماجاءبى إلى هذاالمصرإلا قتل على،وقدأعطيتكماسألت. ولقيابن ملجم شبيب بن بجرةالأشجعي. فأعلمه مايريد،ودعاه إلى أن يكون معه،فأجابهإلى ذلك.[iv]
(Ibnu Muljam pergi ke Kufah dan menjumpai sahabatnya dari Khawarij dan merahasiakan rencananya dari masyarakat. Ia dan masyarakat saling mengunjungi pada saat itu. Suatu hari berkunjung sekelompok orang dari Bani Tayim, dan ia melihat seorang perempuan di kelompok tersebut yang bernama Qatham binti Syajnah. Ayah dan saudara Perempuan tersebut terbunuh di Perang Nahrawan. Ibnu Muljam jatuh hati pada perempuan itu dan meminangnya. Perempuan itu berkata: “Aku tidak akan menikahimu kecuali kau penuhi permintaanku.” Ibnu Muljam berkata: “Tidaklah kau minta dariku kecuali aku akan memenuhinya.” Perempuan tersebut berkata: “Tiga Ribu dan kematian Ali ibn Abi Thalib.” Ibnu Muljam berkata: “Demi Allah, aku tidak datang ke sini kecuali memang untuk membunuh Ali. Aku akan memenuhi permintaanmu.” Kemudian Ibnu Muljam mendatangi Syabib ibn Bajrah al Asyja’i dan memberitahunya apa yang ia rencanakan, lalu ia mengajak Syabib dan Syabib menerimanya.)
Dalam perjalanannya membunuh Ali ibn Abi Thalib kwj, Ibnu Muljam bukan hanya diperdaya oleh kebodohan dan nafsu membalas dendam, akan tetapi juga ditambah nafsu duniawi untuk mendapatkan hati perempuan. Ia mengkhianati seorang manusia agung hanya karena kecantikan seorang perempuan.
Pengkhianatan sahabat tidak hanya terjadi dalam hidup Ali ibn Abi Thalib kwj, akan tetapi juga dalam hidup Rasulullah saww. Salah seorang sahabat Rasulullah saww bernama Hurqush ibn Zuhair as-Sa’di (atau dikenal dengan laqabDzulkhuwaishirah) ikut menjadi anggota pasukan Ali di Shiffin dan kemudian membelot menjadi Khawarij. Ia kemudian terbunuh pada perang Nahrawan.[v]
Rasulullah saww bukan saja meramalkan adanya pengkhianatan sebagian dari sahabatnya[vi], tetapi juga meramalkan akan adanya gerakan-gerakan besar berbentuk peperangan sepeninggal beliau. Sehingga beliau memberikan rambu-rambu tentang siapa yang harus dibela pada saat hal itu terjadi.
Ibnu Katsir meriwayatkan:
عن على قال: أمرنى رسول الله صلّى الله عليه وسلّم بقتال الناكثين والمارقين والقاسطين.[vii]
(Ali berkata: Rasulullah saww memerintahkanku untuk memerangi an-Nakitsin[viii], al Mariqin[ix], dan al Qasithin[x].)
Tak bisa dipungkiri bahwa memang terjadi peperangan antar kaum muslimin sepeninggal Rasulullah saww. Akan tetapi beliau sudah memberikan rambu-rambu bahwa Ali ibn Abi Thalib adalah sahabat yang harus dibela pada saat itu terjadi. Dalam riwayat lain Ibnu Katsir menulis:
عن أبى سعيدالخدريّ قال: «أمرنارسول الله صلّى الله عليه وسلّم بقتال الناكثين والقاسطين والمارقين فقلت: يارسول الله! أمرتنابقتال هؤلاءفمع من؟فقال: مع على بن أبى طالب معه يقتل عماربن ياسر».[xi]
(Abu Sa’id al Khudri berkata: Rasulullah saww memerintahkan kami untuk memerangi an-Nakitsin, al Qasithin, dan al Mariqin. Lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah! Engkau telah memerintahkan kami memerangi mereka, lalu dengan siapa?” Beliau saww bersabda: “Bersama Ali ibn Abi Thalib, dan bersamanya akan terbunuh Ammar ibn Yasir.”)
Ketika Abu Ayub al Anshari pulang dari perang Shiffin, sekelompok orang mendatanginya dan mempertanyakan alasan terjadinya perang Shiffin. Berikut riwayat Makhnaf ibn Sulaiman:
مخنف بن سليمان. قال:أتيناأباأيوب فقلنا: قاتلت بسيفك المشركين مع رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ثم جئت تقاتل المسلمين؟فقال:أمرنى رسول الله صلّى الله عليه وسلّم بقتال الناكثين والمارقين والقاسطين.[xii]
(Makhnaf ibn Sulaiman berkata: kami mendatangi Abu Ayub. Dan kami berkata: “Kau telah membunuh kaum musyrik bersama Rasulullah saww, sekarang kau datang membunuh orang-orang islam?” Ia menjawab: “Rasulullah saww memerintahkanku memerangi an-Nakitsin, al Mariqin, dan al Qasithin.”)
Dalam riwayat lain Abu Ayub al Anshari menjelaskan secara sharihsiapa saja yang dimaksud dengan ketiga kelompok tersebut:
فأماالناكثون فقدقاتلناهم وهم أهل الجمل،طلحةوالزبير،وأماالقاسطون فهذا من صرفنامن عندهم- يعنى معاويةوعمرا- وأماالمارقون فهم أهل الطرفات وأهل السعيفات وأهل النخيلات وأهل النهروان،والله ماأدرى أين هم ولكن لابدمن قتالهم إنشاءالله.[xiii]
(Adapun an-Nakitsun: kami telah memerangi mereka, dan mereka adalah Ahli Jamal, Thalhah dan Zubair. Dan al Qasithun, mereka adalah orang-orang yang membelot dari kami, yaitu Mu’awiyah dan Amru ibn al Ash. Sedangkan al Mariqun, mereka adalah Ahli Tharafat, Ahli Sa’ifat, Ahli an-Nakhilat, dan Ahli an-Nahrawan, Demi Allah aku tidak tahu di mana mereka, tapi kami pasti kami akan memerangi mereka dengan seizin Allah.)
Orang-orang yang disebut Abu Ayub al Anshari telah diperangi dan akan diperangi adalah kaum muslimin. Sebagian mereka adalah sahabat Rasulullah saww semasa hidup beliau, dan sebagian lain adalah sahabat Ali ibn Abi Thalib yang membelot dari barisannya.
Apa yang terjadi pada sebagian sahabat Rasullah saww dan Ali ibn Abi Thalib kwj adalah salah satu mishdaq dari pernyataan “persahabatan tidak membuktikan kesetiaan”. Ada banyak mishdaq lain yang bisa dilihat dari sejarah atau kenyataan hidup sekarang ini. Yang pasti adalah tolok ukur kesetiaan bukanlah persahabatan. Boleh jadi seseorang nampak setia di masa-masa awal persahabatan dari bentuk-bentuk pengorbanan yang ia perlihatkan. Akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu, seseorang mungkin berubah karena desakan-desakan dari dalam atau dari luar dirinya.
Malam ke-21 bulan Ramadhan tercatat sebagai malam syahidnya Ali ibn Abi Thalib kwj oleh tebasan pedang Abdurrahman ibn Muljam. Semoga malam ini menjadi momen yang berharga bagi kaum muslimin untuk berkontemplasi, melakukan perenungan mendalam tentang arti sebuah persahabatan dan bagaimana menjaga kesetiaan dalam persahabatan. Lebih jauh lagi, menjaga kesetiaan kepada junjungan setiap hati orang-orang beriman: Rasulullah saww dan pengemban wasiatnya: Ali ibn Abi Thalib kwj. []
Catatan Kaki:
[i]Khairuddin az-Zirkuli, al A’lam; Qamus Tarajim li Asyhar ar-Rijal wa an-Nisa min al ‘Arab wa al Musta’ribin wa al Mustasyriqin, (Beirut: Dar al ‘Ilm Lilmulayyin, 1989), cet. 1989, jil. 3, hal. 339. Bandingkan dengan Syamsuddin Muhammad ibn Ahmad adz-Dzahabi, Tarikh al Islam, Tahqiq Umaryu Abdussalam Tadmiri, (Beirut: Dar al Kitab al ‘Arabi, 1413), cet. 2, Jil. 3, hal. 653
[ii]Fathu Mishr terjadi pada tahun ke-20 Hijriyah pada masa pemerintahan Umar ibn Khaththab. Pada waktu itu pasukan Islam dipimpin oleh Amru ibn al ‘Ash. Lihat ‘Izzuddin Abu al Hasan ‘Ali ibn Muhammad Ibn al Atsir, Al Kamil fi at-Tarikh, (Beirut: Dar Shadir, 1385), Jil. 2, hal. 564
[iii] ‘Abdurrahman ibn Muhammad Khaldun, Tarikh Ibnu Khaldun, Tahqiq Khalil Syihadah, (Beirut: Dar al Fikr, 1408), cet.2, Jil. 2, hal. 645
[iv]‘Izzuddin Abu al Hasan ‘Ali ibn Muhammadibn al Atsir, Usd al Ghabah Fi Ma’rifah ash-Shahabah, (Beirut: Dar al Fikr, 1409), Jil. 3, hal. 616-617
[v]Lihat Khairuddin az-Zirkuli, op. cit., Jil. 2, hal 173. Bukhari meriwayatkan dalam Kitab al Manaqib, Bab ‘Alamat an-Nubuwwah fi al Islam, bahwa dia adalah sahabat yang menuntut Rasul berbuat adil pada saat beliau sedang melakukan pembagian. Sehingga beliau bersabda: “Jika aku tidak berbuat adil maka siapa yang akan berbuat adil?” Umar kemudian memukulnya setelah meminta izin terlebih dahulu kepada Rasulullah saww. LihatMuhammad ibn Ismail al Bukhari, Shahih Bukhari, (Kairo: al Mathba’ah as-Salafiyah wa Maktabuha, 1403), Jil. 2 hal. 530
[vi]Rasulullah saww pernah meramalkan bahwa di telaga al Haudh (surga) sebagian sahabatnya keluar dari barisan kaum muslimin. Kemudian Rasulullah saww memanggil-manggil mereka: “Ya Allah! mereka adalah sahabatku.” Kemudian dikatakan: “Kau tidak tahu apa yang terjadi sepeninggalmu.” Shahih Muslim, Kitab al Fadha`il, Bab Itsbat al Haudh Nabiyyina saww wa Muslim wa Shifatih. Lihat Abu Zakariya ibn Syarf an-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi, (Beirut: Dar al Fikr, tt), Jil. 10, hal. 6101
[vii]Abu al Fida` `Isma’il ibn ‘Umar ibn Katsir ad-Dimasyqi, al Bidayah wa an-Nihayah, (Beirut: Dar al Fikr, 1407), Jil. 7, hal. 305
[viii]orang-orang yang membatalkan baiat
[ix]Orang-orang yang keluar/sesat
[x]Orang-orang yang menyimpang dari kebenaran
[xi]Ibnu Katsir, log. cit.,
[xii]Ibid., hal 306
[xiii]Ibid
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar