judul blog

Gudang Data Notes dan SS Facebookers Syiah Berikut Beberapa Tulisan Penting Seputar Syiah

Selasa, 18 September 2012

Kupas Tuntas Abdullah bin Saba 2

Abdullah ibn Saba’, Doktrin Syi’isme Dan Pemberontakan Atas Khalifah Utsman ibn Affan
Ada dua masalah yang tidak seharusnya dicampur-adukkan antara keduanya, khususnya dalam menarik kesimpulan-kesimpulan. Pertama, tentang keberadaan seorang yang bernama Abdullah ibn Saba’, apakah ia sebuah kenyataan sejarah atau hanya sekedar lakon fiktif? Kedua, peran yang dikaitkan dengan aktifitasnya dalam mengobarkan permusuhan dan kebencian terhadap Utsman ibn Affan dan pemerintahannya -dengan terlebih dahulu menanamkan doktrin washiyah untuk Imam Ali ibn Abi Thalib as.- yang berakhir dengan terbunuhnya Utsman. Antara keduanya harus dipisahkan. Ketika seorang dalam analisanya mampu membuktikan keberadaan Abdullah ibn Saba’, tidak berarti dengan serta merta seluruh peran spektakuler yang menyerupai mukjizat yang dinisbatkan kepadanya berarti harus menjadi benar pula adanya!
Mengapa? Sebab, -seperti akan dibuktikan dalam lembaran-lembaran analisis di bawah ini-, baik konsep washiyah maupun ketidak puasan dan bahkan penentangan atas Utsman dan pemerintahannya masing-masing memiliki akar yang berbeda dan tidak saling terkait! Tidak ada keterlibatan Abdullah ibn Saba’ dan antek-anteknya di dalamnya.
Ini hal pertama yang perlu dimengerti dan diindahkan!
Banyak penulis, entah memang karena kerancuan dalam metodologi penelitian (yang sering dialami oleh banyak peneliti Muslim, khususnya dari kalangan sarjana-sarjana Wahhâbi atau mereka yang terjangkit virus kebencian kepada Ahlulbait dan Syi’ah) atau memang karena kesengajaan, sebab mereka hanya akan menjaring pembaca kalangan awam saja… Banyak dari mereka mencampur-adukkan antara keduanya. Mereka memaksakan kesimpulan (yang sebenarnya juga tidak terlalu berdasar) bahwa karena Abdullah ibn Saba’ itu riil adanya maka seluruh peran yang dinisbatkan oleh sebagian riwayat (yang nanti juga akan dibuktikan kepalsuannya) haruslah juga diterima adanya! Sebab dengan demikian mereka dapat memasarkan isu bahwa Syi’ah adalah anggota asing di tubuh umat Islam dan Syi’aisme adalah ajaran sisipan dalam daftar ajaran Islam … ia hanya doktrin Yahudi yang disisipkan oleh seorang misionaris Yahudi yang berpura-pura memeluk Islam demi merusak ajarannya. Dan pada waktu yang sama, harga diri Utsman ibn Affan selaku Khalifah tetap terjaga dan wibawa lembaga kekhalifahan pun dapat diselamatkan!
Karena dengan menerima dongeng yang menerangkan adanya konspirasi musuh-musuh Islam dan kaum Muslim yang dimotori oleh Abdullah ibn Saba’, kita dapat menumpahkan kegeraman kita terhadap semua yang terjadi kepada faktor eksternal/asing yang datang dari luar tubuh umat Islam dan menjadikan kaum Sabaiyyîn (kelompok yang telah disesatkan oleh doktrin Abdullah ibn Saba’) sebagai kambing hitam.
Maka dengan demikain dua tujuan hendak mereka raih dengan meluncurkan edisi dongeng Ibnu Saba’ dan perannya yang mirip dengan kekuatan sihir itu; pertama, Syi’ah sebagai anak haram dalam rumah tangga Islam dan kedua, pemberontakan atas Utsman sama sekali tidak dipicu oleh ketidak-beresan kebijakan pemerintahan Khalifah Utsman… ia hanya sekedar akibat hasutan Abdullah ibn Saba’… Tidak lain dan tidak bukan!!
Peran Abdullab ibn Saba’ Dalam Dongeng Sejarawan Islam
Para ahli sejarah mengklaim bahwa ada seorang Yahudi[1] dari negeri Yaman tepatnya dari kota Shan’â’ menampakkan keislamannya pada masa khalifah Utsman bin ‘Affan lalu membaur bersama kaum muslimin. Ia mulai berkeliling ke kota-kota besar Islam; Syâm, Kufah, Bashrah dan Mesir untuk meyebarkan misi “sesatnya” bahwa Nabi Muhammad saw. akan mengalami raj’ah (kehidupan kembali di muka bumi) seperti Nabi ‘Isa as. Dan Ali as. adalah washi Nabi Muhammad saw. sebagaimana setiap nabi pasti memiliki washi, Ali adalah penutup para washi seperti Muhammad penutup para nabi. Karena Utsman adalah merampas kekhilafahan yang menjadi hak Ali as. selaku washi maka ia harus ditentang dan digulingkan agar hak dapat dikembalikan kepada pemiliknya!
Pencetus doktrin ini adalah bernama Abdullah bin Saba’ yang juga bergelar Ibnu al Amah as Sawdâ’ (putra si budak wanita berkulit hitam), mereka mengklaim bahwa Abdullah bin Saba’ tersebut telah menyebar-luaskan para aktifis dan juru kampanyenya ke berbagai penjuru wilayah negeri Islam. Mereka diperintahkan agar menampakkan amr ma’ruf dan nahi munkar dan mengecam para umara/aparat Negara. Tidak lama setelah itu, umat Islam termakan oleh propaganda palsu Abdullah ibn Saba’ dan tertipu oleh ajakannya. Di antara mereka terdapat para sahabat senior dan tabi’în tersohor seperti Abu Dzarr al Ghiffari, Muhammad putra Khalifah Abu Bakar, Ammâr ibn Yâsir, Sha’sha’ah ibn Shuhân, Muhammad ibn Abu Hudzaifah, Abdurrahman ibn ‘Udais, Mâlik al Asytar dan masih banyak yang lainnya.
Mereka juga mengatakan bahwa kelompok ini di manapun mereka berada selalu menghasut masyarakat agar melawan para pemimpin –demi melicinkan proyek pimpinan mereka-. Mereka menulis selebaran gelap yang memuat kejahatan para umara dan menyebarkannya ke berbagai kota, maka bangkitlah mereka melawan para umara dan akhirnya mereka menyerang kota Madinah –ibu kota kekhilafahan- dan mengepung rumah Khalifah Utsman ibn Affan dan kemudian membantainya. Sementra para sahabat besar, seperti Ali, Zubair, Thalhah dkk. tidak dapat berbuat apa-apa untuk menghentikan aksi massa yang dipicu hasutan Ibnu Saba’ tersebut!
Mereka juga menyebutkan bahwa kaum Muslim setelah membai’at Imam Ali as. dan setelah Thalhah dan Zubair memberontak serta mengobarkan peperangan Jamal, para tokoh Saba’iyah menyaksikan bahwa telah terlihat tanda-tanda bahwa kedua kelompok tersebut telah mendekati kata sepakat dan akan meminta pertanggung-jawaban dari mereka atas kejahatan mereka dalam membunuh Khalifah Utsman, maka mereka pun mengambil kesepakatan di malam hari –di saat pimpinan kedua kelompok ini; Ali dan Zurair, Thalhah dan Aisyah lengah- untuk menyusup ke dalam kedua kelompok tersebut dan memulai pertempuran tanpa sepengetahuan yang lainnya. Mereka telah sukses dalam penyusupan itu sebelum pasukan kedua kelompok itu terbangunkan di pagi hari. Lalu mereka yang telah menyusup ke dalam kedua kelompok tersebut memulai pertempuran dan ahkirnya berkobarlah perang Jamal di luar kendali pimpinan-pimpinan kedua kelompok yang hampir mencapai kata sepakat dan membatalkan pemberontakan.
Jadi dalam kisah itu, Abdullah ibn Saba’ dan para pengikutnyalah yang menyulut berkobarnya parang Jamal. Sebab memang agenda besar kelompok ini adalah memporak-porandakan kesatuan dan persatuan umat Islam!
Sampai di sini pendongeng itu mengakhiri kisahnya tentang Saba’iyyûn dan setelah itu tidak ada lagi sebutan tentang peran dan aktifitasnya.
Demikianlah kisah ringkas dan aktifitas Abdullah bin Saba’ serta perannya dalam menabur benih fitnah ditengah-tengah kaum Muslim.
Para Penulis Selalu Mengaitkan Kemunculan Kelompok Syi’ah Dengan Gerakan Sesat Abdullah ibn Saba’!
Sepuluh abad berlalu sudah, para sejarawan menulis kisah ini, setiap abad berlalu, kisah ini makin menyebar, sehingga jarang kiranya seorang penulis sejarah para sahabat yang tidak menyebutnya. Hanya saja pendongeng pertama menyampaikannya dalam bentuk riwayat, sementara para penulis yang datang setelahnya mengemasnya dengan memotong-motong kisah dan polesan analisa.
Kisah ini begitu menyebar, sehingga menuntut adanya penelitian dan analisa dengan seksama dengan merujuk kepada sumber awal pembawa kisah.
Dan sebelum kita menelusuri sumber awal kisah marilah kita menyimak beberapa kutipan tulisan para ulama tentang kisah tersebut, agar kita dapat mengetahui dengan pasti sumber isu tersebut dan sekaligus mengetahui sejauh mana validitas analisa dan tudingan mereka bahwa Syi’isme adalah produk Abdullah bin Saba’.
Pernyataan Syeikh Muhammad Rasyid Ridha (W. 1354 H/1935M)
Dari kalangan ulama kontemporer kita temukan M. Rasyid Ridha menukil isu ini dalam kitabnya as Sunnah wa asy Syi’ah[2], ia mengatakan,
“Tasyayyu’ terhadap Khalifah keempat Ali bin Abi Thalib ra. adalah pangkal perpecahan umat Islam dalam agama dan politik mereka.
Pencetus dasar-dasarnya adalah seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’. Ia menampakkan keislaman hanya untuk menipu, ia menganjurkan sikap berlebih-lebihan/ghuluw terhadap Ali –karramallahu wajhahu – dengan tujuan memecah belah umat ini dan merusak agama serta urusan dunia mereka …”
Kemudian ia melanjutkan kisah tersebut dan memberikan komentar negatif tentangnya, dan apabila kita telusuri sumber kisah yang menjadi pijakan vonis yang ia lontarkan, kita temukan ia menyebutkan,
“Barang siapa merujuk berita pertempuran Jamal seperti dalam Tarikh Ibnu al Atsîr misalnya, maka ia akan melihat betapa dalam pengaruh buruk Kaum Saba’iyyin dalam merusak hubungan persatuan setelah hampir tercapai kata sepakat. Coba lihat pada jilid ketiga hal. 95-96 dan 103.”
Di sini kita melihat bahwa sumber rujukan dongeng yang ia angkat adalah al Kamil fi at Tarikh karya Ibnu al Atsîr. Dan apabila kita merujuk Tarikh Ibnu al Atsîr maka kita akan temukan bahwa sumber andalahnya dalam kitab tersebut adalah Tarikh al Umam wa al Mulûk karya sejarawan tertua Islam Ibu Jarir ath Thabari, seperti yang ia tegaskan sendiri pada pendahuluan kitab tersebut.
Dalam tafsir al Manâr-nya,[3] M. R. Ridha juga mengatakan,bahwa Abdullah bin Saba’ adalah dalang di balik doktrin Syi’isme dan biang perpecahan umat Islam. Ia mengatakan,
“Adapun kaum Yahudi … , dan ketika mereka gagal memadamkan cahaya Islam dengan bantuan kaum musyrik untuk membunuh Nabi saw. maka mereka bertujuan memadamkan cahaya Islam dengan menabur bid’ah di dalamnya dan memecah-belah kaum Muslim dengan apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Saba’ dengan mencetuskan doktrin Syi’isme dan bersikap berlebihan/ ghuluw terhadap Ali –karramallahu wajhahu– serta menaburkan benih perpecahan di kalangan umat Islam tentang masalah Khilafah, dan para Syi’ah- (para pengikut) nya melakukan makar untuk membunuh Khalifah Utsman ra. kemudian dalam fitnah antara Ali dan Muawiyah yang sangat jelek pengaruhnya, kalau bukan kerena mereka maka tidak akan jatuh korban ribuan tokoh kaum Muslim, sebab upaya untuk damai hampir tercapai, akan tetapi mereka merusaknya dengan berbagai makar … .”
Dan pada kesempatan lain ia juga mengtakan.
“Tidak ada di dunia ini organisasi yang lebih rapi aturannya dan menusuk panah-panahnya melebihi organisasi al Bathiniyah yang didirikan oleh Abdullah bin Saba’ dan orang-orang Majusi Persia untuk merusak agama Islam dan menumbangkan kerajaan yang penganjurnya adalah orang-orang Arab. Dan tipu daya ini telah mengelabui Syia’h (pengikut\pecinta) keluarga Rasulullah saw. dari kalangan kaum Muslim yang memandang bahwa keluarga Nabi lebih berhak atas kepeminpinan Islam.“[4]
Pernyataan Ahmad Amin (W:1373H)
Di antara para cendikiawan Mesir kontemporer yang menganalisa sejarah Islam dan berusaha mengembalikan segala sesuatu pada asal-usulnya adalah Ahmad Amin, ketika ia menganalisa peran orang-orang Persia dan pengaruhnya terhadap Islam, ia mengatakan, ketika ia menukil dari ath Thabari dan asy Syahrastâni tentang Mazdak dan Agamamya,
“Yang paling khas darinya adalah ajaran Sosialisme-nya, ia berpendapat bahwa manusia dilahirkan setara, maka hendaknya mereka juga hidup setara. Dan yang paling penting untuk disama-ratakan adalah harta dan wanita dan dikarenakan mayoritas penyebab perselisihan dan peperangan adalah wanita dan harta. Maka ia menghalalkan wanita (tanpa ikatan nilah) dan membolehkan harta (dinikmati tanpa ikatan). Oleh karenanya kaum rendahan mengambil kesempatan dari pendapat itu dan mendukung Mazdak dan pengikutnya, maka manusia terganggu oleh mereka, dan kuatlah perkara mereka sehingga mereka masuk ke dalam rumah seorang dan menguasai rumah, wanita-wanita (istri) dan harta-hartanya, tidak lama kemudian seorang bapak tidak mengenal anaknya dan seorang anak tidak lagi mengenal ayahnya, dan seorang tidak memiliki sesuatu apapun yang lazim ia miliki…. Dan ada sekelompok orang yang menganut ajaran ini setelah datangnya Islam.”
Ahmad Amin menukil,
“Sebagian desa Kirman (sebuah kota di Iran) penduduknya menganut ajaran Mazdakiyah sepanjang masa dinasti Umawiyyah … .”
Kemudian ia melanjutkan.
“Dan kita melihat adanya kesamaan antara pandangan Abu Dzarr dan pandangan Mazdak dan masalah keuangan saja.”[5] Ath Thabari melaporkan bahwa Abu Dzarr berpidato di kota Syam seraya berkata, ‘Wahai sekalian manusia! Berdermalah terhadap kaum faqir! Berita gembirakan kepada orang-orang yang menumpuk-numpuk emas dan perak dan tidak menginfaqkannya di jalan Allah dengan setrika dari api lalu dahi dan punggung mereka disetrika dengannya!’ Dan ia senantiasa mendengungkan seruan itu sehigga kaum faqir tergiur dengannya dan mengharuskan atas kaum kaya untuk menyantuni kaum faqir, lalu mereka mengeluhkan apa yang mereka dapatkan dari sikap manusia (fuqarâ’).
Kemudian Mu’awiyah memulangkan Abu Dzarr kepada Utsman bin Affan di Madinah agar tidak meracuni pikiran penduduk Syam. Dan ketika sampai di kota Madinah, Utsman bertanya kepadanya, ‘Mengapakah penduduk Syam mengeluhkan sikapmu?’ Abu Dzarr menjawab, ‘Tidak sepatutnya orang-orang kaya menumpuk-numpuk harta!’
Dan di sini Anda melihat bahwa pendapatnya mirip sekali dengan pendapat Mazdak tentang harta; tetapi pertanyaannya ialah dari mana ia mengadopsi pendapata itu? Ath Thabari menyiapkan untuk kita jawaban atas pertanyaan itu, ia mengatakan, “Sesungguhnya Ibnu Sawdâ’ bertemu dengan Abu Dzarr lalu ia menghembuskan pendapat itu kepadanya, dan Ibnu Sawdâ’ ini juga mendatangi Abu Darda’ dan Ubadah ibn Shâmit namun keduanya tidak mendengarkan ajakannya, bahkan Ubadah menangkap Ibnu Sawda’ dan membawanya kehadapan Mu’awiyah seraya berkata, ‘Demi Allah! Orang inilah yang mengutus Abu Dzarr kepada Anda.’
Dan kita mengetahui bahwa Ibnu Sawdâ’ adalah gelar Abdullah bin Saba’, ia seorang Yahudi dari kota Shan’â’, ia menampakkan keislaman di masa Utsman, ia berupaya merusak agama kaum Muslim dan menyebar-luaskan doktrin-doktrin yang berbahaya, sebagaimana akan kami sebutkan nanti. Ia telah berkeliling ke berbagai kota besar Islam seperti Hijaz, Bashrah, Kufah, Syam dan Mesir. Maka sangat mungkin bahwa Ibnu Saba’ mengadopsi pemikiran itu dari kaum Mazdakiyah negeri Iraq atau Yaman dan kemudian Abu Dzarr menerima dan meyakininya dengan niatan baik dalam meyakininya sepenuh hati … .”
Kemudian Ahmad Amin menyebutkan pada catatan kaki, demikian: lihat ath Thabari, 5\66 dan selanjutnya.
Setelahnya ia menyimpulkan,
“Maka pandangan kaum Syiah terhadap Ali dan keturunannnya adalah pandangan nenek-moyang mereka (orang-orang Persia) dari kalangan para raja. Dan kaum Tsanâwiah Persi adalah sumber yang darinya kaum Rafidhah menimba tentang Islam.”
Dan pada halaman 254 ia menepati janjinya untuk menyebutkan aqidah Ibnu Saba’ yang berbahaya itu, ia mengatakan,
“Dan tersebarlah organisasi rahasiah (bawah tanah) pada akhir masa kekuasaan Utsman yang menyerukan penggulingan Utsman dan mengangkat yang lain. Di antara organisasi-organisasi itu ada yang mengajak kepada Ali, dan penyeru yang paling menonjol dalam hal ini adalah Abdullah bin Saba’ -seorang Yahudi dari Yaman yang memeluk Islam-, ia telah berkeliling ke kota Bashrah, Syam dan Mesir, ia berkata, ‘Sesungguhnya setiap nabi memliki washi dan Ali adalah washi Muhammad! Maka siapakah yang lebih zalim dari orang yang tidak melaksanakan wasiat Rasulullah dan merampas hak washinya ?!
Ia adalah orang yang paling getol menentang Utsman hingga Utsman pun tewas terbunuh.’
Kemudian ia mengulang keterangannya dengan sedikit terperinci pada pasal Syiah pada halaman: 266-278, ia berkata,
“Dan konsep raj’ah ini diambil oleh Ibnu Saba’ dari ajaran Yahudi. Dalam pandangan mereka bahwa Nabi Ilyas itu naik ke langit dan akan kembali dan menghidupkan kembali ajaran agama…. . (lalu ia melanjutkan) , “Dan doktrin ini dalam ajaran Syi’ah berkembang menjadi akidak\keyakinan keghaiban para imam dan Imam yang sembunyi akan kembali dan memenuhi bumi dengan keadilan. Dan darinya muncul pemikiran tentang Mahdi Muntadzar.”[6]
Dan dari semua itu ia menyimpulkan,
“Dan sebenarnya bahwa Syi’isme adalah tempat berlindung bagi semua pihak yang bermaksud untuk menghancurkan Islam, baik karena permusuhan atau kerena kedengkian, dan semua yang ingin menyusupkan ajaran nenek moyangnya baik ajaran Yahudi, Kristen ataupun Zoroaster … Mereka semua menjadikan kecintaan kepada Ahlulbait sebagai kedok untuk merahasiakan apa yang dikehendaki oleh hawa nafsu mereka. Ajaran Yahudi muncul dalam Syi’isme dalam konsep raj’ah.”[7]
Dari kutipan panjang lebar yang kami sebutkan dapat ditarik sebuah kesimpulkan yang hendak diambil oleh Ahmad Amin bahwa akidah Syi’ah tentang wasiat dan raj’ah diambil dari Ibnu Saba’. Adapun doktrin Mahdisme/juru selamat di akhir zaman maka ia diambil dari ajaran Yahudi, juga melalui Ibnu Saba’. Dan Abu Dzarr mengambil pemikiran tentang Sosialisme dari Ibnu Saba’ dan Ibnu Saba’ mengambilnya dari ajaran Mazdakiyah yang tersebar di masa kekuasaan Bani Umayyah, dan karena Mazdak adalah seorang berkebangasaan Persia maka akidah orang-orang Persi tentang raja-raja mereka berpindah ke dalam doktrin kaum Syi’ah terhadap para Imam mereka.
Dari semua ini ditariklah sebuah kesimpulan besar bahwa Syi’isme adalah benteng bagi semua pihak yang bermaksud menghancurkan ajaran Islam baik karena permusuhan atau kedengkian atau yang ingin menyusupkan ajaran nenek moyangnya kedalam ajaran Islam baik ajaran Yahudi, Nashran maupun Zoroaster …..
Apa yang menjadi dasar pijakan Amin dalam menarik kesimpulan besarnya itu? Jawabannya hanya satu! Dari dongen Abdullah bin Saba’ yang ia rujuk dari Târîkh Ibnu Jarir ath Thabari.
Pernyataan Doktor Hasan Ibrahim Hasan
Dalam buku Tarikh al Islam as Siyâsi, setelah menyebutkan kondisi kaum Muslim pada akhir masa kekuasaan Utsman, ia mengatakan,
“Maka kondisi ini sangat sesuai dan mendukung diterimanya ajakan Abdullah bin Saba’ dan antek-anteknya serta yang terpengaruh dengannya, -dan yang mengobarkan api pemberontakan ini adalah seorang sahabat lama yang dikenal dengan wara’ dan ketaqwaan dan ia dari pembesar tokoh hadis, ia adalah Abu Dzarr –yang menentang politik Utsman dan Mu’awiyah–gubenur Utsman untuk wilayah Syâm – dengan pengaruh ajakan seorang dari penduduk Shan’â’ yaitu Abdullah bin Saba’; seoarng Yahudi yang memeluk Islam kemudian berkeliling kota-kota besar Islam, ia memulai gerakannya di wilayah Hijaz kemudian Bashrah kemudian Kufah dan Syam serta Mesir.”[8]
Kemudian ia melanjutkan,
“Dan Ibnu Saba’ –orang pertama yang membangkitkan massa untuk melawan Utsman- menemukan bahwa jalan untuk menggulingkan Utsman telah terbuka.”[9]
Pernyataan Syeikh Abu Zuhrah
“Abdullah bin Saba’ adalah seoarng Yahudi dari penduduk Shan’â’, ibunya berkulit hitam, ia memeluk Islam pada masa Utsman, kemudian berkeliling kota-kota besar kaum Muslim berupaya menyesatkan mereka. Ia memulai perjalanannya ke wilayah Hijaz kemudian Bashrah kemudia Syâm. Ia tidak berhasil membujuk seorang pun dari penduduk Syam untuk menerima ajakannya, bahkan mereka mengusirnya dari negeri Syam, kemudian ia mendatangi negeri Mesir dan berkata kepada mereka, “Adalah mengherankan seorang yang mengklaim bahwa Isa akan kembali sementara ia membohongkan bahwa Muhammad akan kembali, sedangkan Allah telah berfirman, “Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Alqur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS. Al Qashash;85)
Kemudian Muhammad lebih berhak untuk kembali dari pada Isa. Lalu ia mengatakan bahwa ada seribu nabi dan setiap nabi memiliki washi dan Ali adalah washi Muhammad. Muhammad adalah penutup para nabi dan Ali penutup para washi.”[10]
Dalam kesempatan lain ia mengatakan,
“Abdullah bin Saba’ adalah seorang Yahudi dari penduduk Hirah, menampakkan keislaman dan memulai menyebar-luaskan di tengah-tengah manusia bahwa ia mendapatkan dalam kitab suci Taurat bahwa setiap nabi memiliki washi dan Ali adalah washi Muhammad. Dan Ali berkehendak untuk membunuhnya akan tetapi orang-orang mencegahnya, lalu ia diasingkan ke kota Madâin sebagai ganti membunuhnya.”[11]
Demikianlah kita menyaksikan bagaimana para penulis di atas mengaitkan kemunculan dan dasar-dasar akidah Syi’ah dengan seorang Yahudi penyusup yang bernama Abdullah ibn Saba’. Demikian juga dengan terjadinya pemberontakan atas Khalifah Utsman, pemicu utamanya adalah hasutan Ibnu Saba’!
Seperti disinggung sebelumnya bahwa tidak ada sumber dari semua dongeng di atas selain riwayat Saif ibn Umar yang diobral oleh ath Thabari dalam kitab Târîkh-nya. Karenanya kita berhak meneliti sejauh mana kebenaranya dongen itu dengan menilai periwayat tunggal yang menjadi perantara periwayatan dongen yang menyebutkan semua peran dahsyat yang dinisbatkan kepada Abdullah ibn Saba’.
Kisah Abdullah ibn Saba’ dan Para Ahli Sejarah
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa dongen Abdullah ibn Saba’ dan paran besarnya dalam memecah belah kesatuan umat Islam dengan doktrin kesyi’ahan dan hasutan atas Khalifah Utsman hanya ada dan diriwayat oleh Saif ibn Umar at Tamimi, dan tidak ada satupun riwayat dari selainnya! Dan bagi Anda yang mabok kegembiraan dengan menemukan edisi riwayat yang memojokkan Syi’ah dan ajarannya melalui dongen Abdullah ibn Saba’ yang dirajut benang kepalsuannya oleh tangan Siaf ibn Umar at Tamimi saya berharap Anda dapat menemukan edisi dongen tersebut dari selain riwayat Saif ibn Umar! Apabila Anda mampu menemukannya, maka saya akan siap mengatakan bahwa Syi’aisme adalah ajaran Yahudi yang disisipka oleh Misionaris Yahudi bernam Abdullah ibn Saba’!
Dan tidaklah terlalu dini apabila saya pastikan di sini bahwa Anda (dan juga para sarjana wahhâbi atau siapapun yang memusuhi Syi’ah) tidak akan pernah mampu menemukannya, walaupun kalian meminta bantuan dan pertolongan dari jin sekalipun!
Dan jika ternyata dongeng itu tidak pernah akan Anda temukan dalam selain riwayat Saif ibn Umar, maka ketahuilah bahwa Siaf itu adalah seorang yang telah disepakati para ulama Ahlusunnah sendiri sebagai pembohong besar… seorang zindiq yang sengaja meracuni agama Islam dengan kepalsuan-kepalsuannya…
Tapi sayangnya, bahwa kebohongan itu begitu dinimati oleh para pendengki Ahlulbait as. dan Syi’ah mereka atau oleh mereka yang dangkal dan tumpul daya kritisnya… Oleh mereka yang hanya pandai mengulang-ulang tanpa seleksi riwayat-riwayat Saif ibn Umar. Hal demikian karena melalui riwayat seperti itu mereka menemukan senjata yang dapat memojokkan Syi’ah!
Para penulis sejarah itu melaporkan dongen tentang Abdullah bin Saba’ tanpa menyeleksi dan menganalisa secara seksama, mereka menurunkan berita tentang kepribadiannya dan peran besarnya seakan sebuah kenyataan sejarah yang tidak halal untuk diragukan. Dan sejarawan pertama yang menurunkan berita tentangnya adalah ath Thabari dalam buku sejarahnya yang berjudul Tarikh al Umam wa al Mulûk dengan mengandalkan jalur tunggal; Saif bin Umar at Tamimi.
Sedang seluruh penulis yang datang setelah ath Thabari yang meriwayatkan peran yang dilakonkan Ibnu Saba’, seperti Ibnu al Atsîr (W:630h), Abu al Fidâ’ (W:732H), Ibnu Katsîr (W:741H), Ibnu Khaldûn (W:808H), Ibnu Badrân (W:1346H) dll. hanya bersandar kepadanya. Bahan dasar mereka adalah laporang yang diturunkan ath Thabari dari riwayat Saif bin Umar. Dan kalau pun ada selain ath Thabari yang menurunkan berita tentang Ibnu Saba’ maka jalur periwayatannya juga berakhir pada Saif.[12]
Jadi Saif adalah jalur tunggal kisah Abdullah bin Saba’.
Ath Thabari Dan Kisah Abdullah bin Saba’
Seperti telah disebutkan bahwa sumber tertua kisah Abdullah bin Saba’ adalah Ibnu Jarir ath-Thabari (W:310H) ketika ia menyebut peristiwa –peristiwa yang terjadi pada tahun 30-36 H. Dalam menukil kisah tersebut ath Thabari hanya bersandar pada perawi tunggal yaitu Saif bin Umar, sedang jalur yang menyambungkannya kepada Saif hanya dua jalur:
A) Ubaidullah ibn Sa’id az Zuhri dari pamannya yang bernama Ya’qub ibn Ibrahim dari Saif. Kisah itu ia nukil dari jalur ini secara lisan .
B) As Surri (Abu Ubaidah) ibn Yahya dari Syu’aib ibn Ibrahim dari Saif. Kisah itu ia nukil dari jalur ini melalui kitab al Futûh wa ar Riddah dan kitab Al Jamal wa Masîr ‘Aisyah karya Saif . Dan terkadang juga secara lisan.
Catatan:
As Surri ibn Yahya dalam jalur periwayatan ini bukan As Surri ibn Yahya seorang perawi yang terkenal dan ia tsiqah (terpercaya) itu, sebab masa hidup dia lebih awal dari ath Thabari, ia wafat tahun 167 H. sementara ath Thabari lahir tahun 224H. Jadi selisih antara wafat as Surri dan kelahiran ath Thabari adalah lima puluh tujuh tahun, sedang dalam batas penelusuran ulama tidak ada seorang perawi yang bernama as Surri ibn Yahya selain dia. Oleh karenanya ada yang mengasumsikan bahwa as Surri yang menjadi perantara periwayatan ath Thabari adalah salah satu dari dua perawi yang keduanya adalah pembohong dan cacat di mata ulama:
Pertama: As Surri ibn Ismail al Hamdani al Kufi.
Kedua: As Surri ibn ‘Ashim al Hamdani (seorang imigran yang tinggal di kota Baghdad), wafat tahun 258 H. dan ath Thabari hidup sezaman dengannya selama tiga puluh tahun lebih.[13]
Saif bin Umar Di Mata Para Ulama
Nah, setelah kita mengetahui kenyataan ini, kita perlu mengenal siapa sejatinya Saif ibn Umar at Tamimi itu? Dan bagaima sikap ulama tentannya?
Saif bin Umar at Tamimi al Usaidi telah disebut-sebut oleh para ulama’ ahli jarh wa ta’dil dan tidak satupun dari mereka memberikan komentar positif tentangnya, mereka menilai bahwa dia adalah seorang pembohong besar dan riwayat-riwayat darinya tidak bernilai sedikitpun!
Perhatikan komentar-komentar mereka dibawah ini :
Yahya bin Main (w:233H) berkata tentangnya:
ضعيف الحديث
“Ia lemah dalam periwayatan hadis.”
Ia juga berkata:
فَلْس خير منه
“Uang sesen lebih berharga darinya.”[14]
Abu Da’ud (w:270H) berkata:
ليس بشيء
“Ia tidak berarti sedikitpun, ia pembohong.”
An-Nasa’i –penulis kitab Shahih– berkata (W:303H):
ضعيف
“Ia lemah.”
Abu Hatim(W:227 H):
متروك الحديث
“Ia ditinggalkan hadisnya.”
Ibnu Abi Hatim (W:327H) berkata:
وسيف متروك الحديث
“Dan Saiaf adalah orang yang ditinggalkan hadisnya.”
Ibnu Sakan (W:353H) berkata:
سيف بن عمر ضعيف
“Ia lemah.”
Ibnu Hibban (W:354H) berkata:
يروي الموضوعات عن الاثبات ، وقالوا: سيف يضع الحديث وكان قد اتهم بالزندقة
“Ia meriwayatkan hadis-hadis palsu (dan menisbatkannya) kepada orang-orang tsiqât/jujur terpercaya. Para ulama berkata, ‘ Saif sering memalsu hadis. Dan ia disinyalir tidak beragama.”
Ibnu ‘Adiy (W:360H) berkata:
وبعض أحاديثه مشهورة ، وعامتها منكرة لم يتابع عليها ، وهو إلى الضعف أقرب منه إلى الصدق
“Sebagian hadisnya masyhur/terkenal, akan tetapi rata-rata munkar tidak terdukung oleh riwayat parawi lain. Ia lebih dekat disifati lemah dari pada disifati jujur.”
Al-Hakim (W:405H) berkata:
اتهم بالزندقة وهو في الرواية ساقط
“Ia dituduh tidak beragama dan ia gugur dalam periwayatan.”
Ibnu Jauzi (W. 571 H) menegaskan kelemahan Saif ketika ia menvonis palsu sebuah hadis tentang keutamaan sahabat. Ia berkata:
هذا حديث موضوع على رسول الله (صلى الله عليه وآله وسلم) وفيه مجهولون ، وضعفاء وأقبحهم حالاً سيف ….
“Hadis ini palsu atas nama Rasulullah saw. pada jalurnya terdapat banyak parawi majhûl (tidak dikenal) dan parawi dha’îf. Dan yang paling jeleknya (parawi dalam jalur itu) adalah Saif.”[15]
Ia juga mengatakan:
وهذا حديث موضوع بلا إشكال وفيه جماعة مجروحين ، وأشدهم في ذلك سيف وسعد ،وكلاهما متهم بوضع الحديث
“Ini adalah hadis palsu tanpa sedikit keraguan. Di dalamnya terdapat banyak parawi cacat dan yang paling parah cacatnya adalah Saif dan Sa’ad, keduanya tertuduh memalsu hadis.”[16]
Adz Dzahabi (W. 847 H) menegaskan bahwa para ulama ahli hadis telah bersepakat bahwa Saif adalah seorang yang cacat berat. Ia menegaskan:
متروك باتفاق
“Ia disepakati sebagai perawi terbuang/ditinggalkan.”
Setelahnya ia menukil pernayatan banyak ulama ahli hadis yang mendukung mencacatan Saif ibn Umar dan ia tidak menukil dari satu ulama pun yang memberikan penilaian positif untuknya.[17]
Ibnu Hajar (w. 841 H) menyebutkan data Saif dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb, ia menyebutkan komentar para ulama ahlij al jarh wa at Ta’dîl dan mereka semua melemahkan. Ibnu Hajar tidak menyebutkan seorang yang mentsiqahkannya. Dan dala kitab Lisân al Mîzân-nya ketika menyebut biodata Abdullah ibn Saba’ ia berkata, “Abdullah ibn Saba’ seorang zindiq ekstrim, sesat lagi menyesatkan. Saya mengira Ali membakarnya.” Setelahnya Ibnu Hajar menukil apa yang disebutkan oleh Ibnu ‘Asâkir tentang Abdullah ibn Saba’ dan ia mengomentarinya demikian, “Ibnu ‘Asâkir meriwayatkan dari jalur Saif ibn Umar at Tamimi dalam kitab al Futûh kisah panjang yang nama sanadnya tidak shahih.”[18]
Dari komentar Ibnu Hajar di atas jelas sekali bahwa ia melemahkan dan mencacat riwayat-riwayat Saif dalam sejarah secara umum dan khususnya dongennya tentang Abdullah ibn Saba’.
Dalam kitab-nya al Ishâbah ketika menyebut biodata Khidir dan Musa as., ia berkata, “Saif ibn Umar at Tamimi meriwayatkan dalam kitab ar Riddah dari Said ibn Abdillah ibn Umar, ‘bahwa ketika Nabi saw. wafat …. ‘ Ibnu Hajar berkomentar, “pada sanadnya terdapat perbincaangan. Dan gur dia tidak dikenal.”[19]
Jalâluddîn as Suyûfhi (W. 911 H) ketika menvonis palsu sebuah hadis ia mengatakan:
موضوع ، فيه ضعفاء أشدهم سيف
“Hadis ini palsu, pada sanadnya terdapat banyak parawi dha’îf/lemah, yang paling parah adalah Saif.”[20]
Asy Syaukâni menegaskan bahwa Saif ini adalah seorang pamalsu hadis, berbohong atas nama Nabi saw. ketika menimbang sebuah hadis yang pada sanadnya terdapat Saif, ia berkata:
وفي إسناده سيف بن عمر ، وهو وضاع
“Pada sanadnya terdapat Saif ibn Umar, ia seorang pemalsu hadis (atas nama Nabi saw.).”[21]
Dan dalam ksempatan lain ia menyebutkan komentar Ibnu Jauzi yang telah lewat dan ia membenarkannya.[22]
Syekh Muhaddis tersohor Muhammad al ‘Arabi at Tabbâni (W. a390 H) telah membeber panjang lebar kejahatan Saif ibn Umar. Ia berkali-kali menyebutnya sebagai ‘Pendekar para pemalsu’! Saya mencoba merangkum keterangan beliau yang beliau sebar di hampir setia kali beliau menyebut atau menyinggung riwayat Saif dalam terjadinya fitnah di masa kekhalifahan Utsman ibn Affan.
Di antaranya beliau mengatakan:
سيف بن عمر الوضاع المتهم بالزندقة المتفق على أنه لا يروي إلا عن المجهولين.
“Saif ibn Umar seorang pemalsu yang tertuduh tidak beragama/zindiq, yang disepakati para ulama bahwa ia tidak meriwayatkan melainkan dari para parawi yang majhûl.”[23]
Beliau juga mengatakan:
وقد اتفق أئمة النقد على أن سيفاً لا يروي إلا عن المجهولين وعلى طرحه .
“Telah disekapati oleh para pakar kritikus bahwa Saif ini tidak meriwayatkan kecuali dari para perawi yang majhûl dan mereka juga bersekapat membuangnya.”[24]
Beliau juga menegaskan:
وهذا التدافع والتخبط والطعن في الصحابة قد استقريناه في كل خبر يرويه الطبري عن سيف بن عمر المتهم بالزندقة الذي لا يروي إلا عن المجهولين .
“Dan adanya saling pertentangan dan kekacauan serta kecaman terhadap para sahabat telah kami temukan seletah menelusuri setiap berita/riwayat yang diriwayatkan ath Thabari dari Saif ibn Umar yang tertuduh sebagai seorang zindiq yang tidak meriwayatkan melainkan dari para parawi majhûl.”[25]
Tentu maksaud beliau adalah bahwa kebanyakan guru Saif yang ia menimba riwayat dari mereka adalah demikian. Anda hampir tidak menemukan riwayat Saif melainkan pada mata rantai periwayatnya terdapat para parawi yang cacat dan/atau majhûl.
Ketika membantah anggapan sebagian orang yang berusaha membersihkan Saif dari berbagai bentuk cacat yang ditegaskan para ulama Ahli Hadis dan menganggapnya jujur dalam periwayatan data sejarah, Syeikh al ‘Abari at Tabbâni mengatakan:
وإذا كان وضع الأخبار الكثيرة على النبي (صلى الله عليه وآله) سهلاً على الوضاعين فالوضع على الصحابة والتابعين يكون أسهل
“Jika memalsu banyak hadis atas nama Nabi saw. adalah hal mudah bagi para pamalsu itu, maka memalsu ucapan atas nama para sahabat dan tabi’în tentu lebih mudah bagi mereka.”[26]
Dalam kesempatan lain ia menggelari Saif dengan Bathalul Akâdzîb (Pendekar Kebohongan). Beliau berkata:
روى هذه الرواية الطبري عن بطل الأكاذيب سيف بن عمر عن أناس مجهولين كعادته
“Riwayat ini diriwayatkan ole hath Thabari dari Bathalul Akâdzîb; Saif ibn Umar melalui jalur orang-orang yang majhûl, seperti kebiasaannya.”
Syeikh Nâshiruddîn al Albâni juga menegaskan bahwa Saif ini sangat dha’îf.[27]
Dan selain ketarangan yang saya sebutkan di atas banyak pencacatan atasnya dari para ulama dan seperti kita saksikan semua ulama dan pakar ahli hadis bersepakat mengatakan bahwa ia cacat, pembohong besar, pemalsu hadis dan pribadi yang diragukan kebersihan agamanya atau dengan istilah para ulama adalah seorang zindiq!
Oleh kerenanya, akankah dongen yang diandalkan para penulis itu dalam rangka menghujat Syi’ah berharga di pasar para ulama dan para peneliti?! Khususnya setelah kita mengehatui dengan yakin bahwa pembawa kisah itu adalah seorang pemalsu… seorang zindiq?!
(Bersambung)
[1] Para ahli sejarah tidak banyak menyebutkan nasab Abdullah bin Saba’ dan masa lalunya , dan dari kajian para ulama’ ditemukan bahwa yang pertama menyebut Abdullah bin Saba’ sebagai orang Yahudi adalah asy-Syahrastani dalam al-Milal wa an-Nihal . Akan tetapi klaim bahwa Ibnu Saba’ adalah seorang yahudi sepertinya tidak tepat sebab dari namanya dan nama ayahnya terlihat jelas adalah nama-nama Arab bukan nama-nama yahudi.
[2] Hal :4-6 .
[3] jilid :10 ,hal :386 pada tafsir ayat :33 Surah at-Taubah (9) .
[4]Ibid.:8\225 .
[5] Fajr al-Islam :109-110 .
[6] Ibid.270.
[7] Ibid.276.
[8] Hal :347 . Dan ia menyebut sumber kisah Ibnu Saba’ :Ath-Thabari :1\2859 .
[9] Ibid.349 . Dan ia menyebut sumber rujukannya yaitu ath-Thabari sebanyak empat kali. Dan kemudian ia melanjutkan dongeng itu dengan menyebut ath-Thabari sebagai rujukan, lengkap dengan nomer halamannya sebanyak dua belas kali .
[10] Tarikh al Madzâhib al Islâmiyah :1\32.
[11] Ibid. 43 .
[12] Seperti Ibnu ‘Asakir (W:571H) dalam kitab Tarikh Damasqus dan adz-Dzahabi(W:748H) selain merujuk kepada buku ath-Thabari, imereka berdua juga merujuk langsung dari kitab alFutuh wa ar-Riddah karya Saif yang menjadi andalan ath-Thabari .
[13] Untuk mengetahui lebih lanjut data dan komentar ulama tentang keduanya pembaca dipersilahkan merujuk Tahdzîb at-Tahdzîb , Mizân al-I’tidâl ,Tadzkirah al-Maudlû’at dan Lisân al-Mizân.
[14] Mizan al-I’tidal :2\255.
[15] Al Maudhû’ât,2/274 hadis nomer.837.
[16] Ibid.1/362 hadis nomer.444.
[17] Al Mughni fi adh Dhu’afâ’,1/460, nomer.2716 dan al Mîzân,3/353, nomer 3642.
[18] Lisân al Mîzân,3/289.
[19] Al Ishâbah,2/269,
[20] Al Laâli al Mashnû’ah,1/392.
[21] Al Fawâid al Majmû’ah:491.
[22] Ibid. 410.
[23] Tahdzîr al ‘Abqari,1/275.
[24] Ibid.1/272.
[25] Ibid.1/256.
[26] Ibid.1/272.
[27] Dha’îf Sunan at Turmudzi,:519.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Allah