judul blog

Gudang Data Notes dan SS Facebookers Syiah Berikut Beberapa Tulisan Penting Seputar Syiah

Jumat, 06 Desember 2013

Al-’adalah Bukti (11)

Bukti (11): Faedah keburukan (1) : Tanpa keburukan maka hilanglah semua keindahan dan kebaikan dari pemahaman dan kesadaran manusia
Di antara faedah keburukan dan kejahatan adalah tersempurnakannya keseluruhan yang indah di alam ini. Faedah lain adalah bahwa sesuatu yang indah dan baik itu pada dasarnya memperoleh makna dan konsepnya dari sesuatu yang jelek dan buruk. Sekiranya yang jelek dan buruk itu tidak ada, maka kita pasti akan tidak memiliki sesuatu yang dipandang indah dan baik. Sebab, kesadaran tentang makna keindahan yang ada dalam kehidupan manusia itu terkait dengan adanya kejelekan dan perbandingan keduanya, sebagai mana juga dengan makna kebaikan terkait dengan keburukan.



Bukti (11a): Faedah keburukan (2) : Kemudahan senantiasa ada bersama dengan kesulitan
Hegel, filosof kondang Jerman, mengatakan

“Konflik dan keburukan bukanlah dua hal yang imajiner dan negatif, tetapi merupakan dua hal yang realistis dan keduanya membentuk tangga untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Konflik merupakan hukum kemajuan, dan karakteristik pertempuran yang mencakup chaos dan keguncangan adalah sesuatu yang menyempurnakan alam. Lewat tanggung jawab, kesengsaraan dan penderitaan, seseorang dapat mencapai tingkat kesempurnaannya. “

Jalal al-Din Rumi, penyair sufi termasyhur, mengatakan

Sesuatu itu tersembunyi pada kebalikannya.

Kehidupan tersembunyi di balik kematian dan cobaan sebagaimana eliksir, kehidupan itu berada di balik kegelapan.

Sebagai contoh-contoh adalah sebagai berikut,

(i)            Kematian di satu sisi adalah hilangnya kehidupan yang fana disertai perpisahan dengan orang-orang yang dicintai, di sisi lain kematian menghantarkan kita pada kehidupan abadi dan kampung Keindahan dan KepengasihanNya, yang di dalamnya keindahan dan kenikmatan adalah abadi dan ada pada derajatnya yang sangat tinggi.

(ii)            Kegagalan ujian di satu sisi adalah kepedihan batin namun di sisi lain adalah obat yang paling mujarab bagi jiwa kita untuk mengubah sikap, menambah perhatian dan fokus kita dalam belajar, sehingga bisa menggapai keutamaan ilmu.

(iii)            Putus cinta di satu sisi adalah termasuk penderitaan jiwa yang dahsyat, namun di sisi lain merupakan pintu bagi jiwa untuk melihat dan bergantung pada Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang. Melalui putus cinta, jiwa mampu menggapai Cinta Yang Lebih Hakiki.

Kesulitan seringkali merupakan penguat eksistensi manusia yang sangat efektif. Hal ini adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Amirul Mukminin ra. :

“Ketahuilah, pohon hutan itu lebih kuat cabangnya, sedangkan pohon-pohon yang ditanam di taman-taman ternyata lebih pucat kulitnya. Tumbuh-tumbuhan liar adalah tumbuh-tumbuhan yang lebih panas nyala apinya, dan lebih lambat mengabunya.”[1]

Suatu hari, Rasulullah SAW. Diundang hadir ke rumah salah seorang Muslim. Sewaktu Beliau tiba di rumahnya, Beliau melihat seekor ayam sedang bertelur di sebuah sarang di dinding rumah. Beliau melihat telor ayam tersebut tidak jatuh, dan kalaupun jatuh tidak pecah. Betapa takjubnya Rasulullah SAW melihat kejadian tersebut. Karena itu, pemilik rumah tersebut bertanya kepada Beliau, “Tuah heran melihatnya, ya Rasulullah ? Demi Allah yang telah memilih tuan sebagai nabi, sesungguhnya saya selamanya tidak pernah sakit. “ Rasulullah segera meninggalkan rumah tersebut, seraya berkata, “Barangsiapa yang tidak pernah mengalami usibah, maka ia jauh dari kasih sayang Allah.”[2]

Al-Qur’an mengatakan,

Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan
(QS al-Insyirah [94]: 5-6)

Al-Qur’an tidak mengatakan “ sesudah (???) kesulitan ada kemudahan”, namun “bersama  (??) kesulitan ada kemudahan.”

Al-Qur’an juga mengatakan:

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS al-Baqarah [2]: 155)



Bukti (11b): Faedah keburukan (3) : Cobaan terhadap para kekasihNya
Bila Ia Yang Mahaasih lagi Mahamencintai, menyayangi secara khusus salah seorang hamba-Nya, maka Dia akan menghadapkannya pada berbagai kesulitan. Sungguh, cobaan adalah bukti cinta. Berikut ada beberapa riwayat yang menjelaskan tentang hal ini.

(i)            Imam Muhammad Ibn ‘Ali al-Baqir ra. bersabda “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menjanjikan cobaan kepada seorang mukmin sebagaimana seorang suami menjanjikan kepada isterinya dengan hadiah yang disembunyikan.”[3]

(ii)            Imam Ja’far ibn Muhammad al-Shadiq ra. bersabda: “Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba maka Dia tenggelamkan hamba tersebut ke dalam cobaan.”[4]

(iii)            Imam Ja’far ibn Muhammad al-Shadiq ra. bersabda: “Sesungguhnya manusia yang paling keras cobaannya ialah para nabi, kemudian orang-orang setelah mereka, dan selanjutnya orang-orang setelah mereka yang layak mendapatkan cobaan seperti mereka.”[5]

Cobaan yang dihadapi oleh para kekasih Allah adalah perwujudan kasih sayangNya. Sungguh dibalik cobaan ini ada kebaikan yang banyak dan berlimpah. Sebaliknya kenikmatan dan kesehatan yang dinikmati oleh mereka yang dimurkaiNya, pada hakikatnya adalah siksaan bagi mereka dengan kemasan kenikmatan.

Bukti (11c): Faedah keburukan (4) : Sarana edukasi
Kesukaran dan kesulitan, adalah pendidikan bagi seseorang dan pembangkit kesadaran suatu umat, Ia membangunkan mereka yang tertidur, dan menggerakkan potensi dan kemampuan. Seperti halnya gurinda yang dapat membuat besi dan baja menjadi tajam, maka kesulitan – kesulitan yang dihadapi oleh jiwa seseorang akan membuatnya lebih tegar, lebih dinamis dan lebih andal. Dalam kehidupan, cinta dan cobaan merupakan faktor utama yang mengubah materi-materi yang mati dan tidak memiliki kehangatan, menjadi sesuatu yang bercahaya.

Seorang penyair mengatakan:

Sa’id t’lah habiskan usianya dalam kepahitan

Tapi ia katakan itu dengan bahasa yang manis

Bangsa-bangsa yang tenggelam dalam berbagai kesulitan dan musibah adalah bangsa-bangsa yang kuat dan kemauan keras. Sedangkan bangsa-bangsa yang hanya ingin santai, yang tidak mengalami kehidupan selain mewah, selama akan menjadi bangsa yang lemah dan rapuh. Seorang penyair mengatakan:

Menurut hukum alam, setiap umat yang biasa bersenang-senang dan santai, akan kembali menjadi hina

Jalaluddin Rumi mengumpamakan dampak cobaan dalam menyucikan jiwa dengan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menyamak kulit:

Bahan-bahan yang digunakan ‘tuk menyamak kulit

  Adalah cobaan baginya

  Agar dengan itu dihasilkan kulit yang halus

  Kalau kulit itu tidak direndam dalam bahan-bahan yang pahit

  Dan tajam niscaya ia tetap keras dan berlendir

  Bandingkan manusia dengan kulit tersebut

  Sebelumnya ia berlumuran noda dan menjadi berat

  Karena itu harus dituangkan kepadanya

  Kepahitan dan penderitaan

  Agar ia menjadi bersih, lembut dan cemerlang

  Kalau engkau tidak bisa

  Meningkatkan dirimu, wahai orang yang berakal,      

  Serahkan saja urusanmu kepada Allah

  Agar dia terangkan kehidupan pahit kepadamu

  Tanpa engkau usahakan sendiri

  Cobaan dari Sang Kekasih,

  Bagimu adalah pensucian

  Dan ilmu-Nya berada di luar jangkauanmu.









Bukti (11d): Faedah keburukan (5) : Ridha bi al-qadha`
  Cobaan pada dasarnya memiliki faedah-faedah yang sangat bernilai, diantaranya menumbuhkan rasa ridha dalam jiwa dan gembira menerima ketentuan yang datang dari Allah. Sa;di mengatakan:

Mereka yang berpandangan sempit selalu ingin bersenang-senang

  Sedangkan yang arif menemukan kesenangan dalam cobaan



  Wahai Sa’di,

  Jangan kau ridhai dirimu

  Sebab ridha yang sejati itu adalah ridha-Nya.

  Dalam sebagian doa yang ma’tsur, dikatakan,

“Ya Allah kumohon pada-Mu kesabaran orang-orang yang bersyukur kepada-Mu.”

Kesabaran orang-orang yang bersyukur bukanlah sesuatu yang pahit, melainkan sesuatu yang manis, seperti kesyahidan. Mereka yang sadar bahwa cobaan itu bersifat mendidik jiwa manusia, tidak saja akan gembira menghadapi cobaan dan menerimanya dengan tangan terbuka.


[1] Nahj Al-balaghah, risalah ke-45.

[2] Bihar Al-Anwar, Juz XV, Bagian I, halm. 56, dinukil dari al-Kafi, cet. Al-Hajariyyah.



[3] Bihar Al-Anwar, Juz XV, Bagian I, halm. 56, dinukil dari al-Kafi, cet. Al-Hajariyyah.

[4] Bihar Al-Anwar, Juz XV, Bagian I, halm. 55, dinukil dari al-Kafi, cet. Al-Hajariyyah.

[5] Bihar Al-Anwar, Juz XV, Bagian I, halm. 53, dinukil dari al-Kafi, cet. Al-Hajariyyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Allah