oleh Malik Al-Asytar pada 29 November 2011 jam 16:26
Curahan Darah Di Karbala
Menggenangi Segenggam Hati
Terserap Habis Di dalam Dada
Lalu Sulutkan Api
Selamanya Akan Membara
Hingga Kita Mati
Imam mulai memacu kudanya sambil berkata: “Bagiku mati lebih baik dari pada menanggung malu, dan menanggung malu lebih baik dari pada masuk neraka.” Imam menyerang sayap kanan musuh, karena begitu hebatnya serangan yang dilancarkan oleh Imam, hingga sayap kanan musuh menjadi sayap kiri dan sayap kiri menjadi sayap kanan.
Imam berperang laksana ayahnya Amirul Mu’minin, hingga pasukan musuh tidak ubahnya seperti sekumpulan domba yang melarikan diri dari serangan seekor singa. Imam membunuh lebih dari empat ratus pasukan musuh. Pihak musuh berlarian bercerai berai seperti sekelompok belalang yang tertiup oleh angin topan. Karena serangan Imam begitu hebat, pasukan musuh berlarian menjauhi sungai.
Ketika Imam mulai mendekati sungai Umar Bin Sa’ad ketakutan dan berteriak: “Celaka sekiranya Husain dapat minum, Karena ia tidak akan membiarkan seorangpun dari kalian hidup.”
Lalu hewan laknat Hashin Bin Numair, melontarkan anak panahnya dan anak panah itu mengenai dagu Imam. Imam mencabut anak panah dari dagunya, dan darah mengalir deras dari dagu yang cucu Rasulullah. Setelah memanah Imam Nashim Bin Numair berteriak untuk mengelabui Al-Husain, :”Wahai Husain, kemah-kemah keluargamu sedang dijarah.” Mendengar itu Imam memacu kudanya meninggalkan tepian sungai dan kembali kekemah keluarganya untuk melindungi mereka.
Kemudian Imam mengumpulkan seluruh keluarga dan anak-anaknya, melihat darah yang mengalir deras dari dagu Imam, seluruh keluarganya menangis. Melihat keadaan Imam, dalam keadaan sakit keras Ali Zainal Abidin As Sajjad, tertatih menghampiri Imam dan berkata: “Duhai ayahku, izinkanlah aku mengucapkan salam perpisahan kepadamu.” Imam memeluk kemudian mecium Ali Zainal Abidin, dan menyerahkan rahasia kepemimpinan kepadanya.
Lalu Imam berpesan: “Kalian harus tetap tabah dan tegar dalam menghadapi kesulitan setelah ini, ketahuilah bahwa Allah akan melindungi dan menolong kalian dari musuh kalian. Janganlah kalian berputus asa, musuh kalian akan dihukum dengan siksaan yang sangat berat. Dan Allah akan memberikan kalian berbagai kemuliaan dan kenikmatan. Karena itu, janganlah kalian mengeluh, dan jangan mengatakan sesuatu yang membuat kalian terlihat lemah. Dan bersiaplah untuk menghadapi berbagai kesulitan.”
Kemudian Imam kembali melesat ketengah medan petempuran, pada serangan keduanya Imam dengan cepat membunuh seratus sembilan puluh lima pasukan musuh. Melihat pasukannya lari berhamburan, Umar Bin Sa’ad berkata: “Celakalah kalian! Tidakkah kalian tahu dengan dengan siapa kalian berhadapan? Dia adalah putera Ali Bin Abi Thalib yang telah membunuh para jagoan Arab.”
Maka dengan licik segera Umar Bin Sa’ad memerintahkan pasukan pemanah untuk memanah Al-Husain, dengan cepat empat ribu anak panah melesat memenuhi langit, dan mengarah kekemah dan Imam. Hingga terciptalah jarak antara Imam dan keluarganya.
Imam berteriak: “Celakalah kalian, wahai pengikut keluarga Abu Sufyan! Jika kalian tidak beragama dan tidak pula takut dengan hari kebangkitan. Maka jadilah orang-orang bebas di dunia ini!”
Lalu Syimir berkata: “Apa yang kau katakan, wahai putera Fathimah?” Dan Imam menjawab: “Yang berperang dengan kalian adalah aku. Para wanita itu tidak berdosa. Karena itu, cegahlah kejahatan kalian dari keluargaku. Selama aku masih hidup tidak ada seorangpun yang dapat menyentuh keluargaku.”
Syimir menyetujui permintaan Al-Husain, dan memerintahkan pasukannya untuk langsung menyerang kepada Imam. Peperangan hebat kembali bergejolak, dari setiap gerakan Imam ketika bertempur mereka teringat Singa Allah Amirul Mu’minin. Lalu pasukan Syimir mundur menjauhi Imam.
Lalu karena kelelahan Imam berhenti sejenak untuk beristirahat, tiba-tiba seseorang melepaskan ketapel batu, dan batu cadas itu tepat mengenai kening Imam. Darah mengalir diwajah Imam, kemudian Imam mengangkat bajunya untuk membersihkan darah dari wajahnya.
Belum selesai Imam membersihkan wajahnya, anak panah beracun melesat dan menghujam dada Imam. Racun itu membuat Imam lemah, Imam terhuyung dan hanya mampu berdiri ditempatnya.
Dan majulah hewan biadab yang bernama Malik Bin Nashr Kindi menghampiri Imam. Ia mencaci maki dan menghina Imam, lalu ia mencabut pedangnya dan memukul kepala Imam dengan begitu kuat, hingga menembus topi perang Imam. Maka darah memancar dari kepala yang selalu dibelai oleh Rasulullah.
Kemudian Imam melepas topi perangnya dan pergi menuju kemah, lalu meminta kain untuk menutup luka yang menganga dikepalanya. Kemudian Imam memakai kembali topi perangnya diatas kain dan melilitkan surban diatasnya.
Ketika kepala dan wajah Imam bersimbah darah, Imam Husain berkata; “Dalam keadaan seperti inilah aku akan menemui kakekku, dan aku akan katakan siapa yang telah membunuhku.”
Kemudian Imam kembali memanggil anak-anak dan keluarganya. ““Duhai putriku Sukainah, Ya Fathimah, Ya Ummu Kultsum, Ya Zainab. Salam sejahtera untuk kalian” Mendengar itu Sayyidah Zainab sambil menangis berkata: “Duhai kakakku sayang, Apakah engkau yakin akan terbunuh?”
Lalu Imam menjawab: “Duhai adikku, bagaimana aku tidak yakin sementara tidak ada orang yang mau menolongku.” Ketika Imam ingin kembali kemedan pertempuran, Sayyidah Zainab menangis histeris dan berkata: “Duhai kakakku, tunggulah sebentar. Izinkanlah aku untuk melihat wajahmu untuk yang terakhir.”
Imam menghampiri adiknya, setelah memandangi wajah Imam lalu Zainab mencium tangan dan kaki Imam, begitu pula yang dilakukan oleh seluruh keluarga Al-Husain, kemudian semuanya menangis histeris. Kemudian Imam kembali menuju medan pertempuran.
Ketika Imam menuju musuh, keponakan Imam bernama Abdullah Bin Al-Hasan Al-Mujtaba mengikuti Imam dari belakang. Usia Abdullah baru sebelas tahun, Imam melihat Abdullah sedang berlari mengikutinya. Maka Imam meminta Zainab untuk menahan Abdullah yang masih sangat belia itu.
Tetapi Abdullah menolaknya dan terus berlari sambil berkata: “Aku bersumpah tidak akan kembali hingga aku dapat menyusul paman kesayanganku.” Saat Abdullah hampir mendekati Imam, tiba-tiba pasukan musuh Harmalah Bin Kahil mengayunkan pedangnya kepada Al-Husain.
Seketika Abdullah marah dan berteriak: “Celaka engkau, wahai anak penzina! Engkau ingin membunuh pamanku.” Teriakan Abdullah membuat Harmalah marah, lalu Harmalah mengayunkan pedangnya kepada anak kecil itu, Abdullah menangkis sabetan pedang dengan tangannya. Maka tangan kecil cucu Fathimah itu terputus, darah berhamburan dari tangannya. Karena rasa sakit anak kecil itu berteriak: “Duhai pamanku..” Melihat itu Imam melompat dari kudanya dan menangis kemudian memeluk Abdullah dan berkata: “Duhai anak saudaraku, bersabarlah dengan apa yang menimpamu. Sebentar lagi engkau akan bertemu dengan ayahmu.”
Belum selesai Imam berkata-kata, tiba-tiba dengan jarak dekat hewan laknat Harmalah Bin Kahil memanah tenggorokan kecil Abdullah. Anak panah itupun menembus leher putera Al-Hasan itu sehingga darah memancar dari lehernya. Dan Abdullah pun syahid dalam pelukan paman kesayangannya Al-Husain.
Seketika anak panah kembali berterbangan, para wanita dan anak-anak berlari menuju tempat yang aman. Kemudian Al-Husain mengepalkan tangannya mencengkram pedangnya kuat-kuat dan melesat kembali kemedan pertempuran dan membunuh setiap musuh yang berada dihadapannya.
Syimir berteriak: “Engkau tidak akan meminum air hingga engkau masuk neraka!” Imam berkata: “Ya Allah, buatlah ia (Syimir) mati disebabkan dahaga.” Lalu Abu Hutuf dari belakang melesatkan anak panah dan menancap dikepala Imam. Lalu Imam mencabut anak panah itu dan menjatuhkannya seraya berkata: “Ya Allah, jangan tinggalkan apapun pada mereka diatas bumi ini, dan jangan memberi pengampunan pada mereka.”
Lalu Imam berteriak lantang: “Ini adalah perlakuan terburuk yang kalian berikan kepada keluarga Muhammad! Aku akan terbunuh oleh kalian, tetapi Allah akan memberikan pembalasan pada kalian semua!”
Imam sudah teramat lemah akibat luka parah dan racun yang menjalah dalam darahnya. Tubuh Imam sudah penuh dengan anak panah. Pada keadaan ini Saleh Bin Wahab Mazni menganggap ini sebagai kesempatan. Dengan sekuat tenaga ia hujamkan tombak kepunggung Imam. Hingga Imam terjatuh dari kudanya dan berkata: “Dengan nama Allah, dengan pertolongan Allah dan diatas agama Rasulullah.”
Kemudian Zar’ah Bin Syarik menebaskan pedangnya kepundak kiri Imam, merasa tidak puas maka ia sekali lagi menebaskan pedangnya diantara bahu dan leher Imam, sehingga Imam terjatuh kedepan. Begitu banyak musuh yang memukuli Al-Husain hingga kadang Imam tersungkur dan kadang jatuh terduduk.
Ketika Imam sedang terduduk, hewan biadab yang bernama Sinan menusukkan tombaknya kedada Imam, kemudian ia mencabut dan menusukkan kembali tombaknya kedada putera Az Zahra’. Dan terkhir ia memanah dada Imam dari jarak dekat, dan Imam tersungkur kedepan.
Imam sudah tidak berdaya, sekujur tubuhnya telah penuh dengan luka tikaman dan racun dari anak panah telah menyerang jantungnya. Imam sudah tidak mampu untuk berdiri. Lalu Umar Bin Sa’ad berkata kepada budaknya: “Habisilah dia!”
Setiap pasukan yang maju untuk membunuh Imam, seketika mundur ketakutan. Ammar Bin Hajjaj turun dari kudanya. Imam Husain menggerakkan kelopak matanya berusaha membuka kedua matanya yang telah tertutup darah. Tatkala Ammar Bin Hajjaj bertatapan dengan Imam. Ia berbalik dan menaiki kembali kudanya. Syimir bertanya mengapa ia mundur, maka Ammar menjawab: “Aku takut, karena matanya sama dengan mata kakeknya, Rasulullah.”
Lalu Syimir membentak pasukannya: “Mengapa kalian hanya melihatnya? Apa yang kalian harapkan darinya? Jika ia mampu membunuh kalian, pasti sudah ia lakukan. Cepat bunuh! Selagi ia tak berdaya!”
Imam tergeletak diatas pasir panas dan sudah tidak berdaya, Imam melihat samar kearah tentara. Mereka masih terus mengelilingi Imam dan memandanginya. Imam meminta sedikit air untuk meminumnya. Salah seorang dari mereka berkata: “Engkau tidak akan mendapatkan air, hingga engkau pergi ke neraka!”
Dengan suara lemah Imam menjawab: “Apakah aku akan keneraka bersama kakekku, dan dia adalah Rasulullah? Aku akan menceritakan kepada kakekku apa yang telah kalian lakukan kepadaku.”
Kemudian Imam mengangkat tangannya kelangit dan berkata: “Ya Allah, aku membutuhkan Engkau dan meminta pertolongan dari-Mu, dan hanya percaya kepada-Mu. Ya Allah, adililah antara kami dengan orang-orang ini. Siapa yang mengundang kami, kemudian berkhianat melawan dan membunuh kami. Ya Allah, aku tabah atas apapun yang sudah menjadi takdirku.”
Sejak Imam terjatuh dari kudanya, sang kuda tidak meninggalkan Imam. Kuda itu terus berputar didekat Imam. Kuda itu kembali mendatangi Imam lalu mengendus-endus tubuh Imam, kemundian meringkik dengan keras. Lalu kuda itu mengamuk dan menendang musuh yang berada didekatnya. Empat puluh musuh mati dengan dada remuk akibat tendangan kuda Imam.
Lalu kuda Rasul itu berlari kekemah keluarga Nabi, seakan memberi kabar tentang keadaan Imam. Setelah keluarga Nabi melihat kuda itu datang tanpa penunggangnnya. Mereka menyadari bahwa Imam tengah sekarat, seluru keluarga Nabi menangis histeris.
Seketika Sayyidah Zainab berlari sambil berteriak: “Duhai kakakku, pemimpin keluargaku. Seakan langit runtuh ke bumi dan gunung-gunung meletus dan berserakan di daratan.” Ketika Zainab melihat pasukan musuh berbaris didepan tubuh Al-Husain yang sudah terkulai tak berdaya. Ia berteriak: “Celakalah engkau, wahai Umar Bin Sa’ad! Mereka membunuh Al-Husain kakakku, sementara engkau yang menyaksikannya! Tidak adakah diantara kalian yang beragama Islam?”
Zainab berlari memeluk tubuh kakaknya yang sudh berlumuran darah, lalu Imam berbisik kepada adiknya: “Duhai adikku sayang, jagalah anak-anakku. Kembalilah kekemah, agar engkau tidak melihat ketika leher ini berada dibawah pedang.”
Syimir berteriak kepada pasukannya: “Karena kalian semua pengecut! Maka tidak ada yang lebih pantas membunuhnya kecuali aku!” Dengan bengis Syimir mendorong kepala Zainab dengan tombaknya sambil berkata: “Wahai puteri Ali, kembalilah! Engkau tidak akan melihat kakakmu lagi.”
Syimir menghampiri tubuh Imam yang sedang sekarat, kemudian Syimir menendang kaki Imam dengan keras, menginjak dan menduduki dada Imam. Itu membuat Imam merasa sesak dan tidak bisa bernafas karena dadanya tertindih. Lalu Syimir menarik janggut Imam.
Imam membuka matanya dan samar-samar melihat Syimir dengan menggunakan topeng besi penutup wajah, sedang menduduki dan menginjak dadanya.
Dengan suara lemah Imam berkata: “Siapakah engkau yang telah menginjak dada yang selalu diciumi Rasulullah?”
Syimir menjawab: “Aku adalah Syimir Dzil Jausyan!”
Imam bertanya lagi: “Apakah engkau mengenalku?”
Dan Syimir pun menjawab: “Aku mengenalmu dengan sangat baik!”
Lalu Imam Husain berkata: “Jika engkau harus membunuhku, berilah aku seteguk air terlebih dahulu.”
Syimir menjawab dengan kejam: “Tidak ! Engkau tidak akan aku berikan air hingga engkau aku bunuh.”
Kemudian Imam bertanya lagi: “Sebelum engkau membunuhku, perlihatkanlah wajahmu kepadaku.”
Syimir menjawab: “Baiklah! Permintaan yang terakhir ini akan aku penuhi.”
Setelah Syimir membuka penutup wajahnya, Imam memandangi Syimir sambil berkata: “Sungguh benar apa yang telah kakekku katakan, bahwa aku akan dibunuh oleh orang yang berwajah seperti binatang terburuk.”
Mendengar perkataan Imam, Syimir melaknat Rasulullah dan menghujani tubuh Imam dengan dua belas kali tusukan. Setiap tusukan Imam merintih kesakitan dan terus menyebut Asma Allah dan bershalawat kepada Rasulullah. Terakhir Syimir menggorok leher Imam, namun pedangnya tidak bisa memotong leher Imam. Karena leher inilah yang selalu diciumi Rasulullah dan Fathimah Az Zahra’.
Kemudian Syimir membolak-balik tubuh Imam, sambil tangannya terus menerus menggorok leher Imam, mencari bagian yang dapat ia sembelih. Lalu Syimir membalik tubuh Imam hingga wajah Imam bertemu dengan tanah. Dan mulai menggorok Imam dari belakang leher Imam.
Maka mata pedang Syimir yang tajam, perlahan mulai merobek dan menembus kulit dan urat leher Imam. Darah memancar deras dari urat leher Imam yang terputus. Dan terhenti pada tulang leher Imam, kemudian Syimir berdiri dan menebas leher Imam sekuat tenaga untuk memutuskan tulang leher Imam. Maka leher yang selalu diciumi Az Zahra’ itupun terputus. Kemudian Syimir mengambil kepala Al-Husain dan memancapkannya diujung tombaknya.
Inna Lillahi Wa Inna Ilayhi Roji’un.
Setelah itu, para tentara musuh maju untuk merampas semua barang yang melekat pada tubuh Al-Husain. Ibnu Haiwa mengambil baju Imam, Ibnu Martsad mengambil sorban Imam, Ibnu Khalid mengambil sepatu Imam dan Ibnu Khal mengambil pedang Imam, Qais mengambil beludru Qathifah Imam, Ja’wunah mengambil baju besi Imam, dan Rahil mengambil busur Imam.
Dan bajad ingin mengambil cincin Imam, namun ia tidak dapat melepaskan cincin itu dari jari Imam, maka Bajad memotong jari Imam hanya untuk mendapatkan cincin itu. Kemudian mereka meninggalkan tubuh yang tanpa kepala itu ditengah gurun tandus Karbala.
YA RABB....YA RASUL...YA ZAHRA'......
La'natullah ala Muawyiah ibn Abu Sufyan, wa la'natullah ala Yazid ibn Muawiyah, wa ala Ibn Ziyad, wa ala Umar ibn Sa'ad, wa ala Syimr, wa la'natullah ala kullun Nashibi ila yaumil qiyamah !!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar