Salah satu kisah favorit saya adalah Pernikahan Ali dengan Fatimah Az Zahra. Saya hampir selalu berair mata ketika membacanya..
Pernikahan antara dua manusia suci ini berlangsung pada tahun kedua Hijriyah.6 Semua syarat pernikahan putri Nabi saw telah terpenuhi. Banyak orang yang berniat mengambil Fatimah as sebagai istrinya dan menjadikannya sebagai bagian dari keutamaan mereka. Dengan berbagai cara, mereka ungkapkan keinginan mereka kepada Nabi saw. Abu Bakar dan Umar mengedepankan persahabatan mereka dengan Nabi saw dan menyebutkan keutamaan mereka untuk mengambil hati beliau. Namun, Nabi saw menolak lamaran mereka.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa setelah lamaran mereka ditolak Nabi saw, mereka datang menemui Ali dan mendorong beliau untuk melamar Fatimah. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa yang mendorong Ali untuk melamar putri Nabi saw adalah Sa’ad bin Muadz.
Riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi saw sendiri yang menanyakan kepada Ali tentang niatnya untuk menikah dengan Fatimahdan menjelaskan tugas yang diembannya dari Jibril untuk menikahkannya dengan putrinya. Namun, dalam riwayat lain, demikian disebutkan:
Ali pergi sendiri menghadap Nabi saw untuk melamar Fatimah. Ia sangat malu untuk mengutarakan niatnya hingga Nabi saw dengan raut muka gembira bertanya kepadanya, “Untuk apa kau datang? Sepertinya kau datang untuk melamar Fatimah?”
“Benar wahai Rasulullah!”
“Sebelum kau, banyak orang telah datang kepadaku dengan niat sama. Tapi setiap kali aku berunding dengan Fatimah, ia tidak menjawab lamaran mereka. Aku pun ridha dengan apa yang diridhai olehnya. Tunggulah sebentar supaya aku memberitahu Fatimah tentang niatmu.”
Nabi saw datang menemui putrinya dan berkata kepadanya, “Anakku, Ali anak pamanku datang melamarmu. Dia bukan orang asing bagimu dan kau sudah tahu keutamaannya. Ia ingin menjadikanmu sebagai istrinya. Apa pendapatmu?”
“Wahai Rasulullah, engkau lebih berhak untuk memberi pendapat.”
“Anakku, sesunguhnya Allah telah mengizinkanmu menikah dengannya.”
Sambil tersenyum gembira, Fatimah berkata, “Aku ridha dengan apa yang diridahi oleh Allah dan Rasul-Nya.” (Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Fatimah as berkata, “Aku rela Allah sebagai Tuhanku dan ayahku sebagai Nabiku dan putra pamanku sebagai suamiku.”)
Nabi saw lalu datang menemui Ali dan mengabarkan persetujuan putrinya. Beliau bertanya, “Wahai Ali, putriku setuju untuk menikah denganmu. Mahar apa yang hendak kau berikan kepadanya?”
“Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu wahai Rasulullah, engkau sendiri tahu keadaan hidupku. Semua hartaku hanyalah sebilah pedang, baju besi dan seekor unta.”
“Wahai Ali, pedangmu akan kau gunakan untuk berjihad dan untamu akan kau gunakan untuk mengambil air dan mengangkut barang. Karena itu, juallah baju besimu.”
Ali lalu pergi menjual baju besi yang merupakan ghanimah dari perang Badar seharga 380 atau 500 Dirham11 dan menyerahkan uangnya kepada Nabi saw. Beliau membaginya menjadi tiga bagian:
1. Sepertiga untuk membeli perlengkapan rumah.
2. Sepertiga untuk minyak wangi.
3. Sisanya beliau serahkan kepada Ummu Salamah sebagai amanat.
Menjelang malam pernikahan, beliau menghadiahkannya kepada Imam Ali as hingga ia bisa menyiapkan walimah pernikahan.
Nabi saw menyuruh sebagian sahabatnya untuk menyiapkan perlengkapan rumah putri tercintanya. Ada beberapa versi tentang nama-nama para sahabat yang disuruh Nabi saw untuk membeli perkakas rumah Fatimah. Mungkin beliau menyerahkan urusan alat-alat rumah kepada ahlinya.
Mereka yang sebelumnya datang melamar Fatimah dan ditolak oleh Nabi saw, kembali datang menemui beliau dan berkata, “Kenapa Anda menikahkan Fatimah dengan Ali dengan mahar sedikit.” Beliau menjawab, “Bukan aku yang menikahkan mereka. Tapi Allah-lah yang menikahkan mereka di malam mi`raj di dekat Shidratul Muntaha. Aku manusia seperti kalian. Aku menikah dengan wanita di antara kalian dan aku nikahkan putriku dengan kalian. Tapi, aku tidak dapat mengambil keputusan berkaitan dengan Fatimah, karena perintah pernikahannya datang dari langit.”
Banyak orang yang memiliki pikiran Jahiliyah Pada waktu itu, tanpa melihat kelayakan-kelayakan menantu Nabi saw, para wanita Quraisy mencela Fatimah karena ia menikah dengan lelaki miskin. Fatimah as datang menghadap Nabi saw sambil menangis dan mengadukan ucapan mereka kepada ayahnya. Beliau bersabda, “Wahai Fatimah, apakah kau tidak ridha aku nikahkan kau dengan orang yang lebih dahulu masuk Islam, paling berilmu dan paling bijak?“ Fatimah menjawab, “Aku ridha dengan apa yang diridhai Allah dan rasulnya.”
Barangkali Fatimah as tidak mengetahui lamaran Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan yang datang melamarnya dengan motivasi tertentu. Anas bin Malik berkata, “Suatu hari, Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan yang lebih terkenal di antara sahabat, datang ke rumah Rasulullah saw. Abdurrahman berkata kepada beliau, “Wahai Nabi, nikahkanlah putrimu denganku! Aku akan memberinya mahar seratus unta hitam bermata biru dan semuanya adalah unta Mesir yang sedang hamil. Selain itu, aku akan tambahkan sepuluh ribu Dinar.” Utsman berkata, “Akupun siap memberi sejumlah itu. Lagi pula, aku lebih dahulu masuk Islam ketimbang Abdurrahman.” Tapi Rasulullah saw menolak lamaran mereka.
Kekuasaan tidak akan kekal bagi siapapun
Tidak bagi Kaisar dan tidak bagi Kisra2
Di hadapan para penduduk Madinah dan para pembesar Quraisy, setelah memanjatkan puja dan puji kepada Allah SWT, Rasulullah saw membaca akad nikah dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkanku untuk menikahkan putriku Fatimah as dengan saudaraku dan anak pamanku Ali bin Abi Thalib…”
Kemudian beliau duduk dan berkata kepada Ali, “Wahai Ali, bangkit dan bacalah khotbah nikahmu.” Ali menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku berkhotbah di hadapanmu?” Beliau menjawab, “Jibril memerintahkanku untuk meyuruhmu membaca khotbah nikah.”
Ali lalu berdiri dan setelah memuji Allah dan mengucapkan salam atas Rasul saw, beliau mengakhiri khotbahnnya dengan berkata, “Menikah adalah hal yang diperintahkan Allah dan diizinkan oleh-Nya. Majlis ini adalah majlis yang dilangsungkan atas perintah-Nya dan diridhai oleh-Nya. Sekarang ini, Muhammad bin Abdullah telah menikahkan putrinya Fatimah denganku dengan mahar empat ratus Dinar. Saksikanlah bahwa aku rela dengan akad ini. Mintalah kalian kesaksian dari Rasulullah!”
Hadirin lalu menanyakan kesaksian Rasulullah saw. Beliau mengiyakan ucapan Ali dan menyebutnya sebagai menantu yang pantas. Para hadirin lalu mengucapkan selamat kepada Ali . Majlis pernikahan itu diakhiri dengan jamuan kurma.
Setiap kali Rasulullah saw berduaan dengan Imam Ali as, beliau selalu berkata, “Istrimu sungguh rupawan dan baik. Berbahagialah engkau, karena kau telah kunikahkan dengan penghulu wanita semesta.”
Hampir sebulan telah berlalu dari masa pembelian peralatan rumah. Meskipun Imam Ali as selalu shalat dengan Nabi saw dan bertemu dengan beliau, tapi masalah pernikahannya tidak pernah dibicarakan.
Dari satu sisi, para wanita Quraisy selalu datang menemui Fatimah as dan berkata kepadanya bahwa ia dinikahkan dengan seorang lelaki yang tidak memiliki apapun. Sayyidah Fatimah as menghadap ayahnya dan mengadukan ucapan mereka kepada beliau.
Sebagai jawaban pengaduan putrinya, Nabi saw selalu memuji Ali sebagai manusia mulia dan sahabat setianya yang selalu diridahi Allah. Ali yang menginginkan untuk memulai hidup barunya, merasa malu untuk mengutarakan niatnya kepada Nabi saw. Hingga pada suatu hari, Aqil datang menemu saudaranya dan berkata kepadanya, “Saudaraku, tidak ada yang lebih menggembiranku dari pernikahanmu dengan Fatimah. Kenapa kau tidak meminta dari Rasul untuk mengirimkan putrinya ke rumahmu?”
“Demi Allah, akupun menghendaki hal ini, tapi aku malu terhadap Nabi,” jawab Ali.
“Mari kita pergi menemui beliau dan membicarakan masalah ini. “
Mereka berdua lalu pergi menghadap Nabi saw. Ummu Salamah dan istri-istri Nabi mengetahui masalah Ali dan meminta kepadanya supaya mereka yang menghadap Nabi saw.
Para istri Nabi datang berombongan menemui beliau dan berkata kepadanya, “Kami datang menemui Anda untuk suatu hal yang akan membuat Khadijah gembira bila ia masih hidup.”
Nama Khadijah membuat Nabi saw terharu dan melinangkan air mata. Mengingat istri dan penolong setianya, beliau berkata, “Siapa yang dapat menyerupai Khadijah? Ketika tidak ada orang yang mempercayai ucapanku, ia mendukungku dan menyerahkan hartanya demi tegaknya agama Allah. Maka itu, Allah akan memberinya ganjaran rumah dari zamrud di surga.”
Ummu Salamah berkata, “Ayah dan ibu kami menjadi tebusanmu wahai Rasulullah! Semua apa yang Anda katakan tentang Khadijah benar. Ali datang dan ingin membawa istrinya ke rumahnya.”
“Kenapa ia sendiri tidak meminta dariku?”
“Ia malu untuk mengutarakan niatnya kepada Anda. “
Rasulullah saw lalu menyuruh Ummu Aiman untuk membawa Ali datang menghadapnya. Ali datang sambil menundukkan kepala karena malu dan mengucapkan salam kepada Rasul. Beliau menjawab salamnya dan berkata, “Apakah kau ingin membawa Fatimah ke rumahmu?”
“Ya wahai Rasulullah. “
“Malam ini atau besok malam, Fatimah akan kubawa ke rumahmu,” sabda Rasul.
Ali gembira mendengar jawaban Rasul. Kabar ini lalu tersebar di Madinah. Haritsah bin Numan yang tahu keadaan ekonomi Ali, datang menemui Rasul saw dan menghadiahkan rumahnya yang tidak jauh dari rumah beliau. Beliau lalu mendoakan kebaikan untuknya. Tentunya, ini berkaitan dengan awal pernikahan dua manusia mulia ini, karena nantinya rumah mereka pindah dekat masjid Nabi.
Ali lalu menyebar kerikil dan pasir di lantai rumahnya, menggantungkan kayu untuk meletakkan pakaian dan menghamparkan kulit kambing serta sebuah bantal sebagai sandaran duduk. Dengan ini, Ali siap menyambut kedatangan istrinya di rumahnya.
Rasululllah saw berkata kepada Ali , “Kita harus mengadakan walimah, karena banyak kebaikan di dalamnya dan Allah menyukainya. Aku sediakan daging dan roti, sedangkan kau menyiapkan korma dan minyaknya.”
Begitu mendengar kabar, Saad bin Muadz menghadiahkan seekor kambing untuk menjamu para tamu. Setelah semuanya siap, Rasulullah saw menyingsingkan lengan bajunya, membelah-belah kurma dan melumurinya dengan minyak. Beliau bersabda kepada Ali, “Pergilah ke masjid dan undanglah siapa yang kau kehendaki.”
Ali pergi ke masjid dan melihat masjid penuh dengan orang. Ia merasa malu untuk mengundang sebagian orang dan tidak mengundang yang lain. Ia naik mimbar dan berkata, “Pergilah kalian ke majlis walimah Fatimah as dan penuhilah undangannya.”
Orang-orang datang berombongan ke rumah Ali. Beliau merasa malu karena hanya sedikit makanan yang tersedia. Rasulullah saw memahami masalah Ali dan bersabda kepadanya, “Wahai Ali, aku telah berdoa kepada Allah untuk memberkati walimah ini. Cuma karena rumah ini kecil, katakan kepada mereka untuk datang bergantian sepuluh orang.”
Ali as berkata, “Semua orang datang dan mendoakan kebaikan bagi kami, namun makanan masih tersisa.” Rasulullah saw lalu meminta sebuah wadah, lalu mengisinya dengan makanan dan mengirimkannya ke rumah para tetangga. Beliau menyisakan makanan dan menaruhnya di sebuah wadah sendiri dan bersabda bahwa makanan ini khusus untuk Fatimah dan Ali .
Kemudian Rasulullah saw menyuruh Ummu Salamah membawa Fatimah as menemuinya. Ummu Salamah berkata, “Aku membawa Fatimah menghadap ayahnya sementara wajahnya berkeringat karena malu terhadap Rasul saw.. Beliau bersabda, “Semoga Allah menyelamatkanmu dari ketergelinciran dunia dan akhirat.” Ketika Fatimah duduk menghadap ayahnya, beliau menyingkapkan cadar dari wajahnya hingga Ali melihatnya.
Rasulullah saw menyiapkan sehelai pakaian putih untuk putrinya. Di malam pernikahan, seorang pengemis datang ke pintu rumah Ali dan meminta pakaian lama yang tak terpakai. Sayyidah Fatimah berniat memberikan pakaian lamanya, tapi ia teringat ayat Alquran yang mengatakan: “Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan kecuali kalian berikan apa yang kalian cintai.” Beliau lalu memberikan pakaian hadiah dari ayahnya kepada pengemis itu. Sebagai balasannya, Allah memberikan pakaian dari surga kepada Fatimah.
Rasulullah saw yang mengawasi jalannya pernikahan, menaruh kain di punggung hewan tunggangannya dan menyuruh para wanita Muhajirin dan Anshar serta putri-putri Abdul Muthallib mengiringi Fatimah dan menampakkan kegembiraan mereka. Beliau meminta mereka bertakbir dan bersyukur kepada Allah. Kendali kuda beliau serahkan kepada Salman sedangkan Hamzah, Aqil, Jafar dan para lelaki bani Hasyim berjalan di belakang kuda. Ummu Salamah bersyair,
“Wahai para wanita, majulah kalian dengan pertolongan Allah dan bersyukurlah kepada-Nya di semua keadaan.
Ingatlah nikmat Allah yang telah menghapus keburukan dan menggantikannnya dengan kebaikan. Kita telah keluar dari kesesatan dan mendapatkan petunjuk. Bersama kami, iringlah wanita terbaik semesta, putri manusia yang dimuliakan Allah dengan wahyu dan risalah.”
Aisyah melantunkan syair ini:
“Puja dan puji kepada Allah atas segala nikmatnya,
Bawalah Fatimah, wanita yang telah disucikan oleh Allah.”
Sedangkan Hafshah bersyair:
“Fatimah wanita terbaik semesta yang rupawan bak bulan
Allah telah meninggikan derajatmu melebihi manusia-manusia lain
Allah telah menjadikanmu istri pemuda terbaik, yaitu Ali.
Maka, wahai para wanita, iringlah dia, karena ia adalah wanita mulia dan putri manusia agung.”
Muadzah, ibu Saad bin Muadz bersyair demikian:
“Aku katakan suatu hal yang mengandung kebenaran dan kebaikan. Muhammad adalah manusia terbaik yang tidak sesat dan tidak takabur. Berkat dia, kami temukan jalan lurus. Semoga Allah memberinya ganjaran terbaik. Kami mengiringi putri Nabi yang memiliki kesempurnaan. Aku tidak melihat yang setara dengannya.”
Ketika para pengiring melantunkan syair-syair ini, mereka mengulang bait pertama dan masuk rumah sambil bertakbir. Diriwayatkan dari Shadiq bahwa ketika Fatimah as diantar ke rumah suaminya, Jibril, Mikail dan Israfil turun ke bumi beserta tujuh puluh dua ribu malaikat. Jibril memegang tali kendali kuda Nabi saw dan Israfil mengiringi di tengah rombongan dan Mikail mengikuti dari belakang. Sementara malaikat yang lain bertakbir. Sepertinya sunah bertakbir di acara pernikahan dimulai sejak saat itu.
Setelah pengantin wanita diantar ke rumah suaminya, orang-orang pergi meningggalkan rumah Ali dan hanya Asma binti Umais yang tinggal di sana. Ketika Nabi saw memintanya pergi, ia menjawab, “Kalau Anda izinkan, saya akan tinggal di samping Fatimah. Karena menjelang wafat, Khadijah menangis. Saat saya menanyakan sebabnya, ia berkata, “Aku tidak menangis karena mati. Tapi setiap wanita akan membutuhkan wanita lain di sampingnya saat ia menikah untuk memenuhi keperluannya dan menjaga rahasianya. Aku khawatir tidak ada yang menemani Fatimah ketika ia menikah nanti.” Saya berkata, “Saya berjanji bila saya masih hidup waktu Fatimah menikah, saya akan mendampinginya dan menggantikan kedudukan Anda.” Nabi saw menangis dan bersabda, “Apakah untuk ini kau hendak tinggal di sini?” Saat aku mengiyakan, beliau mendoakan kebaikan untukku.
Kemudian Nabi saw mendudukkan Ali dan Fatimah di sampingnya. Beliau meletakkan tangan Fatimah di atas tangan Ali dan bersabda, “Wahai Abul Hasan, ini adalah amanat Allah dan amanat Rasul-Nya di sisimu. Ingatlah Allah dan perhatikan cintaku terhadapnya.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau bersabda, “Wahai Ali, Fatimah adalah istri terbaik. Wahai Fatimah, Ali adalah suami terbaik.”
Beliau lalu meminta wadah air dan meminum airnya untuk bertabaruk. Beliau lalu memberikannya kepada Ali dan Fatimah dan menyuruh mereka meminum airnya. Beliau lalu mengambil sisa air dan mencipratkannya ke wajah dan dada Ali dan Fatimah sambil membaca ayat: “Innama yuridullahu an yudzhiba `ankumur rijsa ahlal bait…”. Beliau lalu berdoa, “Ya Allah, Engkau tdak utus seorang nabi kecuali Kau berikan ia keturunan. Ya Allah, jadikanlah keturunanku dari Ali dan Fatimah!” Setelah itu, beliau keluar dari rumah.
Hal yg mengharukan buat saya:
* Ali sangat miskin, namun berjiwa yg amat besar.